Partager:

KENDARI - Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemdikbudristek) melalui Direktorat Pengembangan dan Pemanfaatan Budaya (PPK) menghadirkan kegiatan pameran Jalur Rempah dan gelar seni budaya dengan tema 'Manusia, Biosfer, dan Rempah'.

Pameran tersebut diselenggarakan sebagai rangkaian The Southeast Asian Biosphere Reverse (SeaBRnet) ke-15 pada tanggal 30 April hingga 2 Mei 2024 di Kabupaten Wakatobi, Provinsi Sulawesi Tenggara.

Direktur Pengembangan dan Pemanfaatan Kebudayaan, Irini Dewi Wanti, di Kendari, Sabtu saat dihubungi mengatakan bahwa Pameran Jalur Rempah dan gelar Seni Budaya merupakan sebuah perayaan menarik terlebih lagi jalur Rempah sendiri telah menjadi jalur peradaban melalui perdagangan dan interaksi budaya di Nusantara dan Asia Tenggara.

"Pameran terdiri dari 5 booth yang menampilkan narasi besar kejayaan jalur rempah, sejarah Wakatobi, sejarah suku Bajau dan cagar Biosphere Wakatobi,” kata Irini.

Pameran ini, lanjutnya, tidak hanya merayakan budaya dan sejarah jalur rempah melainkan juga mengangkat peran vital cagar biosfer dalam menjaga kelestarian lingkungan laut di Indonesia.

“Dalam kegiatan kegiatan dihadirkan pula tokoh Bajau dan para ahli untuk berdiskusi secara mendalam mengenai isu terkini terkait pelestarian cagar biosfer dan praktek tradisi lokal masyarakat Bajau dalam 500 perahu nelayan Baju,” katanya.

Selain itu, untuk gelar seni budaya menampilkan beberapa tarian dan kesenian lokal seperti Tari Palibuang, Tari Duata, gambus khas Bajau, pertunjukan lilgo, Kabanti, iko-iko dan pertunjukan silat dengan genrang Bajau.

"Kegiatan seni budaya kepada 300 orang siswa tingkat SD hingga SMA dilakukan untuk mengenalkan kebudayaan bajau kepada mereka," ujarnya.

Ia menambahkan, partisipasi masyarakat maupun seluruh pihak sangat dibutuhkan dalam pameran Jalur Rempah dan gelar Seni Budaya ini.

“Kami mengharapkan partisipasi aktif dari berbagai pihak dalam menyukseskan pameran ini agar jangkauannya bisa lebih luas dan berdampak pada kelestarian keanekaragaman hayati dan tradisi budaya,” tambahnya.


The English, Chinese, Japanese, Arabic, and French versions are automatically generated by the AI. So there may still be inaccuracies in translating, please always see Indonesian as our main language. (system supported by DigitalSiber.id)