Partager:

JAKARTA - Pemerintah melalui Kementerian BUMN berencana untuk menggabungkan atau merger unit usaha syariah BTN dengan Bank Muamalat.

Bahkan, ditargetkan akan rampung pada Maret 2024. Namun, hingga saat ini belum ada keputusan mengenai rencana tersebut.

Sekadar informasi, sebelumnya Kementerian BUMN dikabarkan juga sudah melakukan pembahasan mengenai rencana ini dengan Kementerian Agama, Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH).

Lalu, apa untung dan rugi jika BTN Syariah jadi merger dengan Bank Muamalat?

Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Anwar Abbas mengaku punya pandangan sendiri mengenai merger BTN Syariah dan Bank Muamalat.

Anwar berujar, jika merger dilakukan bisa memperbesar porsi bank syariah tersebut Meski begitu, lanjutnya, ada poin negatif dari langkah tersebut.

Menurutnya, dengan menjadi besar dikhawatirkan nantinya hanya menyasar nasabah-nasabah kelas besar dan meninggalkan kelompok kecil.

"Tetapi kalau kedua bank ini di-merger maka dia akan menjadi bank besar. Bila dia sudah menjadi bank besar, maka dia tentu akan kembali membiayai usaha-usaha besar,” kata Anwar dalam keterangan yang diterima VOI, Kamis, 15 Februari.

Dengan begitu, sambung Anwar, akhirnya kesenjangan sosial ekonomi di negeri ini semakin tajam.

Hal itu tentu tidak baik dan tidak sehat bagi perjalanan bangsa ini ke depannya.

Selama ini, sambung Anwar, total kredit dan pembiayaan yang dikucurkan oleh dunia perbankan kepada usaha besar jumlahnya sangat besar, sementara untuk usaha kecil justru sebaliknya.

Melihat kondisi tersebut, kata Anwar, Bank Indonesia pun berupaya mengatasi ketimpangan yang masih tajam ini dengan dikeluarkannya Peraturan Bank Indonesia Nomor 23/13/PBI/2021 tentang rasio pembiayaan inklusif makroprudensial (RPIM).

Dalam peraturan tersebut, lanjut Anwar, porsi bagi UMKM dipatok sebesar 30 persen di Juni 2024 ini. Sementara, porsi pembiayaan menyasar pada usaha besar dipatok 70 persen.

Anwar pun berharap, Bank Muamalat tetap berorientasi kepada umat sebagai nasabahnya. Ia menjelaskan hal ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas ekonomi umat khususnya yang beragama Islam.

“Saya mengharapkan agar BMI fokus kepada umat. Hal itu bukanlah berarti saya ingin menjadikan BMI ini menjadi bank yang eksklusif tapi memang data dan fakta yang ada menunjukkan bahwa keadaan ekonomi umat itu memang sangat tertinggal dan terpuruk  padahal jumlah mereka 86,8 persen dari total penduduk di negeri ini,” tuturnya.

Pengamat Sosial Ekonomi dan Keagamaan ini juga mengatakan salah satu yang dirinya soroti saat ini adalah memperbaiki kondisi keuangan Bank Muamalat. Menurut dia, menyelamatkan Bank Muamalat tidak hanya dengan opsi merger dengan BTN Syariah.

“Lalu timbul pertanyaan, di tengah-tengah situasi seperti itu apakah Bank Muamalat masih bisa diselamatkan tanpa di-merger dengan bank lain? Jawabannya bisa,” ucapnya.

Namun, Anwar mengatakan hal itu bisa dilakukan dengan catatan jika didukung oleh kualitas pemimpin dalam jajaran manajemen Bank Muamalat.

“Asal saja pengelolaannya diserahkan kepada orang-orang yang amanah dan profesional serta mau berkorban dengan memotong gajinya, sehingga biaya operasional bank tersebut bisa berkurang secara signifikan,” katanya.

“Hal itu bukanlah merupakan hal yang aneh karena hal demikian sudah pernah terjadi dan dilakukan oleh tiga Dirut BMI dalam periode-periode awal,” sambungnya.


The English, Chinese, Japanese, Arabic, and French versions are automatically generated by the AI. So there may still be inaccuracies in translating, please always see Indonesian as our main language. (system supported by DigitalSiber.id)