JAKARTA – Nama calon Gubernur Banten Airin Rachmi Diany dibayangi isu dinasti politik menjelang Pilkada Banten 2024. Menurut kabar, isu ini yang terlanjur melekat padanya menjadi salah satu penyebab kekalahan mantan finalis Puteri Indonesia 1996.
Nama Airin memiliki elektabilitas dan popularitas yang tinggi sebelum pencoblosan. Bahkan pada Septem lalu, Lembaga Survei Indonesia (LSI) mencatat elektabilitas pasangan Airin-Ade Sumardi hingga 70 persen, sedangkan lawannya, Andra Soni-Dimyati Natakusumah hanya memperoleh belasan persen.
Namun elektabilitas Airin yang tinggi tidak sejalan dengan hasil quick count atau hitung cepat seusai pencoblosan pada Rabu (27/11/2024). Suara adik ipar mantan Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah ini secara mengejutkan anjlok, jauh di bawah angka elektabilitasnya dua bulan sebelum hari H.
Sejumlah pengamat mengaku tidak bisa menjelaskan alasan pasti yang menyebabkan kekalahan Airin di Pilkada Banten. Namun endorsement Presiden Prabowo Subianto untuk Andra Soni-Dimyati diyakini berhasil mengerek suara untuk pasangan nomor urut dua tersebut.
Selain dukungan Prabowo, isu dinasti politik juga disebut-sebut turut menggerus perolehan suara pasangan Airin-Ade.
Dinasi Politik Mengakar Sejak Lama
Selama ini Airin Rachmi Diany diidentikan dengan dinasti politik di Banten. Ia merupakan adik ipar Gubernur Banten dua periode, 2007-2012 dan 2012-2017, Ratu Atut Chosiyah, yang masuk penjara karena suap mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar. Suami Airin, Tubagus Chaeri Wardana, juga pernah dibui karena korupsi.
Kekuasaan politik keluarga Ratu Atut di Provinsi Banten dibangun oleh ayahnya, Chasan Sochib. Ia merupakan politikus Golkar yang juga pengusaha sekaligus tokoh masyarakat di Banten yang dulu menolak pemecahan Banten dari Jawa Barat.
Tapi ketika Banten resmi menjadi provinsi pada 2000, keluarganya yang mendapat keuntungan. Dimulai dari Ratu Atut terpilih sebagai Wakil Gubernur Banten pada 2001. Ia kemudian menjabat Plt Gubernur Banten pada 2004 setelah Djoko Munandar, yang berpasangan dengannya, terjerat kasus korupsi.
Sejak saat itulah, kekuasaan keluarga Chasan Sochib di Banten makin kuat. Atut bahkan terpilih sebagai Gubernur Banten dua periode berturut-turut, 2007-2012 dan 2012-2017.
Pengaruh keluarga Chasan Sochib, terutama Atut, terus mencengkeram meski ia harus mendekam di penjara. Anak Atut, Andika Hazrumy, terpilih sebagai Wakil Gubernur Banten periode 2017-2022.
Kekuasaan keluarga ini merambah ke tingkat kabupaten dan kota. Adiknya, Ratu Tata Chasanah, menjabat Bupati Serang dua periode terakhir. Airin sendiri terpilih sebagai Wali Kota Tangerang Selatan pada periode 2011-2016 dan 2016-2021.
Pada Pilkada Banten 2024, Airin Rachmi Diany bukan satu-satunya dari keluarga Chasan Sochib yang bertarung di gelanggang politik Banten. Anak Atut, Andika Hazrumy maju sebagai calon Bupati Serang. Adik tiri Atut, Ratu Ria Maryana, maju sebagai calon Wali Kota Serang. Lalu Pilar Saga Ichsan, anak Ratu Tatu Chasanah, maju sebagai calon Wakil Wali Kota Tangerang Selatan.
Bukan Penentu Kemenangan Pilkada
Panji Anugrah Permana, ahli politik lokal dari Departemen Ilmu Politik FISIP Universitas Indonesia (UI) mengatakan, dalam pilkada tren dinasti memang cenderung naik. Tapi kekuatan dinasti politik bukan jaminan untuk menang, sehingga menurut Panji bukan sesuatu yang mengejutkan kalau dinasti politik kalah di pilkada.
“Peluangnya 50:50, dinasti tidak selalu identik dengan keberhasilan. Memang dinasti punya modal besar karena ini menyangkut network, tapi bukan kunci utama kemenangan,” ujar Panji kepada VOI.
Panji mencontohkan Pemilihan Wali Kota Cilegon 2020, ketika Ratu Ati Marliati kalah. Ratu Ati merupakan putri Tb Aat Syafaat, Wali Kota Cilegon dua periode. Kemudian pada pemilihan Bupati Serang 2024, anak Atut Andika Hazrumy yang berpasangan dengan Nanang Supriatna kalah versi hitung cepat.
Direktur Eksekutif Indonesian Public Institue (IPI) Karyono Wibowo menilai isu dinastik politik sebenarnya tidak terlalu signifikan dalam kekalahan Airin di Pilkada Banten, terutama di pemilih akar rumput.
Isu ini, kata Karyono, hanya akan menjadi pertimbangan di kalangan pemilih yang kritis, menggunakan nalar, dan memiliki cukup referensi. Namun jumlah pemilih ini tidak terlalu banyak.
BACA JUGA:
“Itu terkonfirmasi ketika survei, elektabilitas Airin masih tinggi. Ini menunjukkan masalah dinasti politik tidak terlalu ngaruh di pemilih akar rumput,” tegas Karyono.
Bicara soal dinasti politik di Banten, Achmad Dimyati Natakusumah, cawagub yang berpasangan dengan Andra Soni sebenarnya tak bisa dilepaskan dari isu ini. Keluarga Dimyati merupakan penguasa di Pandeglang.
Ia sendiri pernah menjabat sebagai Bupati Pandeglang selama dua periode, yakni 2000-2005 dan 2005-2009. Setelah itu kekuasannya di Pandeglang diteruskan istri Dimyati, Irna Narulita yang menjabat pada periode 2016-2021 dan 2021-2024.
Karyono Wibowo tidak menutup adanya kekhawatiran akan adanya dinasti politik selanjutnya. Untuk itu, perlu peran serta masyarakat mewaspadai pemerintahan Andra Soni.
“Ia bukan bagian dari dinasti, justru dia harus menghentikan politik dinasti. Jangan sampai keluar dari mulut harimau masuk mulut buaya. Ini lebih penting," tegas Karyono.
Tak Melanggar Konstitusi
Sementara itu Panji Anugrah Permana menyebut politik Banten tidak bisa lepas dari praktik dinasti. Karena selain sudah berlangsung lama, wilayah Banten juga tidak hanya dikuasai satu dinasti. Setidaknya ada tiga trah yang menguasai Banten. Selain keluarga Ratu Atut dan Natakusumah, masih ada trah Jayabaya yang menjadi pendukung pasangan Andra-Dimyati.
Pasangan ini disokong Iti Octavia Jayabaya, yang merupakan kader Partai Demokrat. Iti merupakan anak mantan Bupati Lebak Mulyadi Jayabaya, yang menjabat pada 2003-2008 dan 2008-2013. Iti melanjutkan tampuk kepemimpinan ayahnya itu pada periode 2014-2019 dan 2019-2023.
Dalam Pilkada Banten 2024 ini, keluarga Dimyati dan Jayabaya ingin memperluas dan mempertahankan kekuasaan politiknya. Raden Dewi Setiani, adik kandung Dimyati, maju sebagai calon Bupati Pandeglang. Ia bersaing dengan Diana Drimawati Jayabaya, yang juga putri mantan Bupati Lebak Mulyadi Jayabaya. Sedangkan putra Mulyadi, Mochamad Hasbi Asyidiki Jayabaya, maju sebagai calon Bupati Lebak.
"Ini fenomena yang tidak bisa dihindari, politik Banten tidak bisa lepas tentang praktik politik dinasti. Cilegon, Serang, Pandeglang, Lebak, hampir semua dinasti," jelas Panji.
"Bisa jadi ini berganti dinasti, atau fase baru berganti ke dinasti lain. Andra Soni sendiri belum mengembangkan dinasti politik, jadi belum tahu apakah akan ada pergantian dinasti politik, atau malah pendekatan baru tidak ada politik dinasti dalam konteks tingkat provinsi," imbuhnya.
Sementara itu, Karyono Wibowo menjelaskan penyebab menjamurnya dinasti politik karena secara regulasi konstitusi kita tidak melarang hal itu. Siapa pun, baik itu keluarga, kerabat bisa maju dalam kontestasi untuk merebut jabatan yang dipilih lewat pemilu.
Tetapi dampak dari kekuasaan yang dikendalikan oleh dinasti tertentu berkelindan dengan oligarki, penguasaan sumber daya, dan posisi-posisi strategis di jabatan pemerintahan daerah hingga berujung pada proyek pembangunan.
“Artinya ini melanggar asas keadilan. Misalnya dalam posisi tertentu yang seharusnya orang lain punya kesempatan, karena ada politik dinasti maka tertutup peluang itu. Dan ini akan berdampak juga pada distribusi kekayaan yang akan menimbulkan ketimpangan,” tegasnya.
“Tapi yang lebih penting dari itu sejatinya adalah bagaimana kepala daerah mewujudkan kesejahteraan masyarakat Banten, bagaimana meningkatkan pertumbuhan ekonomi, meningk pendapatan masyarakat, mengurangi pengangguran, membuat Banten lebih maju dari rezim sebelumnya, serta meningkatkan Indeks Pembangunan Manusia (IPM),” pungkasnya.
The English, Chinese, Japanese, Arabic, and French versions are automatically generated by the AI. So there may still be inaccuracies in translating, please always see Indonesian as our main language. (system supported by DigitalSiber.id)