Karantina Lampung Sita Ratusan Kilogram Daging Celeng, Diselundupkan Ditruk Muatan Besi
BANDAR LAMPUNG - Balai Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan (Karantina) Lampung menahan dan menyita ratusan kilogram daging celeng atau babi hutan ilegal asal Bengkulu yang akan dikirim ke Bekasi Utara, Jawa Barat.
"Daging celeng sebanyak 390 kilogram kami tahan karena tidak disertai dengan dokumen persyaratan dari daerah asalnya, yakni Bengkulu," kata Kepala Satuan Pelayanan Pelabuhan Bakauheni Karantina Lampung Akhir Santoso di Bandarlampung, Sabtu.
Dia mengatakan daging celeng yang akan diseberangkan ke Pulau Jawa itu ditemukan petugas dalam kemasan enam karung di Pelabuhan Bakauheni, Kabupaten Lampung Selatan.
"Pengungkapan komoditas hewan tanpa dokumen ini berawal dari laporan masyarakat, bahwa akan ada pengiriman daging celeng melalui Pelabuhan Penyeberangan Bakauheni tanpa dilengkapi dokumen," kata dia.
VOIR éGALEMENT:
Petugas patroli saat itu langsung merespons dan menindaklanjuti dengan pengecekan lebih ketat setiap mobil yang hendak menyeberang ke Pulau Jawa di Pelabuhan Bakauheni.
"Modus penyelundupan daging celeng ini dilakukan dengan menyembunyikan daging pada truk besar bermuatan besi. Kemudian disimpan dalam bagasi truk dengan dibungkus menggunakan karung yang dilapisi kardus. Hal ini untuk mengelabui petugas," katanya.
Akhir mengatakan petugas menahan daging celeng itu karena tidak memenuhi prosedur pengeluaran yang berlaku, yakni tak dilengkapi sertifikat veteriner yang diterbitkan pejabat otoritas veteriner di daerah asal.
"Kemudian tidak disertai hasil uji laboratorium yang menyatakan bebas penyakit mulut dan kuku dan demam babi Afrika, serta komoditas tersebut tidak diangkut menggunakan alat angkut yang sesuai (berpendingin) untuk mencegah kebusukan," jelasnya.
Kepala Karantina Lampung Donni Muksydayan menegaskan bahwa setiap pengiriman komoditas ke luar pulau atau daerah harus menggunakan alat angkut yang standar dan terjamin kesehatannya.
"Daging celeng yang kami tahan tersebut telah melanggar peraturan karantina yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2019. Bahkan daging tersebut tidak disertifikasi dan dijamin kesehatannya," katanya.