JAKARTA - Ketua DPR Puan Maharani menyoroti ancaman kejahatan siber yang bisa menjerat anak-anak dengan modus penipuan melalui game online, tautan palsu, hingga aplikasi berbahaya melalui file APK.
Puan meminta seluruh elemen bangsa untuk berperan dalam melindungi anak-anak Indonesia dari bahaya dunia digital, dimulai dari keluarga.
“Literasi digital tidak boleh hanya jadi program pemerintah pusat. Ini harus menjadi gerakan nasional yang dimulai dari keluarga, didukung oleh sekolah maupun lingkungan pendidikan lainnya, dan dilindungi oleh negara," ujar Puan, Kamis, 10 April.
"Jangan biarkan anak-anak kita menjadi korban hanya karena orang dewasa di sekitarnya tidak paham bahaya dunia digital. Kesejahteraan anak bukan hanya soal fisik dan ekonomi, tapi juga soal mental dan keamanan mereka di ruang digital," sambungnya.
Sebagai informasi, Data dari Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) menunjukkan sepanjang tahun 2024, Indonesia mengalami lebih dari 220 juta upaya serangan siber. Anak-anak dikhawatirkan menjadi sasaran dalam banyak kasus penipuan digital, mulai dari pencurian data lewat game online, jual beli akun bodong, hingga file APK berbahaya yang menyasar perangkat orang tua melalui aplikasi pesan.
Banyak masyarakat yang membagikan pengalaman soal modus kejahatan digital di media sosial, di mana kini tak lagi sekadar email mencurigakan atau penipuan berkedok hadiah. Penipuan menyusup melalui game online, aplikasi palsu, hingga link phishing yang dikirim lewat WhatsApp.
Mirisnya, banyak dari korbannya termasuk anak-anak sebagai kelompok yang rentan. Beberapa kasus menunjukkan anak-anak yang terjebak game online mendapat janji virtual dengan salah satu modusnya adalah janji menggiurkan mendapatkan ‘item gratis’, koin, atau bahkan skin premium.
Namun yang terjadi justru sebaliknya, anak-anak ini diminta mengklik link mencurigakan, memasukkan data pribadi, hingga tanpa sadar membuka akses ke akun atau keuangan keluarga. Modus ini sering kali berujung pada pencurian data pribadi anak dan bahkan akses ke rekening orang tua.
Karena itu, Puan mengingatkan, bahwa negara harus hadir untuk melindungi anak-anak generasi penerus bangsa. Apalagi, kata dia, Undang-undang Nomor 4 tahun 2024 tentang Kesejahteraan Ibu dan Anak (UU KIA) telah mengamanatkan bahwa negara menjamin kehidupan setiap warga negara, serta berupaya untuk meningkatkan kesejahteraan ibu dan anak untuk mewujudkan sumber daya manusia dan generasi penerus yang unggul.
"Dalam RUU KIA, disebutkan bahwa negara, keluarga, masyarakat, dan lingkungan bertanggung jawab secara bersama-sama dalam menjamin tumbuh kembang dan kesejahteraan anak. Ini mencakup perlindungan dari segala bentuk ancaman, termasuk di ruang digital,” jelas Puan.
Selain itu, Puan juga menyerukan keterlibatan aktif sektor pendidikan dalam literasi digital. Ia berharap sekolah dapat membantu untuk mengajarkan anak untuk memahami penggunaan digital dengan benar.
SEE ALSO:
"Sekolah harus jadi benteng pertama setelah keluarga. Anak-anak harus diajarkan sejak dini tentang etika digital, cara melindungi data diri, dan mengenali modus kejahatan siber," ucap Puan.
Puan pun mendorong literasi digital digaungkan hingga pelosok negeri. Puan menekankan hal tersebut lantaran literasi digital selama ini masih terfokus di kota-kota besar.
"Di desa dan pinggiran kota, masih banyak orang tua yang tidak memahami cara mengontrol anak dari media sosial, pentingnya tidak membagikan OTP, atau bahkan sekadar berdialog dengan anak tentang apa yang mereka akses secara online," sebutnya.
Puan juga mendorong pembentukan Panitia Kerja Keamanan Digital yang fokus pada pengawasan dan perlindungan warga dari kejahatan siber. Selain itu, kata Puan, DPR juga akan mendukung penguatan program literasi digital berbasis keluarga dan komunitas khususnya di wilayah dengan tingkat literasi yang masih rendah.
“Anak-anak tidak hanya butuh perlindungan fisik, tetapi juga perlindungan digital. Karena itu, literasi digital harus menjadi prioritas, bukan hanya di kota besar, tapi juga sampai ke keluarga-keluarga di pelosok," kata Puan.
"Ruang digital seharusnya menjadi tempat yang aman dan mendidik, bukan medan yang penuh jebakan bagi generasi muda. Literasi digital bukan pilihan, melainkan kebutuhan mendesak," pungkas Puan.
The English, Chinese, Japanese, Arabic, and French versions are automatically generated by the AI. So there may still be inaccuracies in translating, please always see Indonesian as our main language. (system supported by DigitalSiber.id)