JAKARTA - DPR dan pemerintah secara resmi menyelesaikan pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law Cipta Kerja di tingkat badan legislasi nasional (baleg) DPR RI. Selanjutnya, perundangan yang penuh kontroversi ini akan disahkan di dalam Rapat Paripurna pada Kamis, 8 Oktober mendatang sebelum diundangkan.

Dalam rapat kerja terakhir pada Sabtu, 3 Oktober yang dimulai sekitar pukul 21.00 WIB, pihak pemerintah diwakili sejumlah menteri seperti Menko Perekonomian Airlangga Hartarto, Menkumham Yasonna Laoly, dan Menteri Keuangan Sri Mulyani serta sejumlah menteri lainnya yang hadir secara daring.

Rapat ini kemudian berakhir sekitar pukul 23.00 WIB dan menyatakan hampir semua fraksi kecuali Partai Demokrat dan PKS setuju jika rancangan perundangan tersebut dibawa ke tingkat lanjut.

"Apakah semua setuju untuk dibawa ke tingkat selanjutnya?" tanya Ketua Baleg DPR RI Supratman Andi Atgas sebelum mengetuk palu menutup agenda rapat yang digelar di Gedung DPR RI, Sabtu malam, 3 Oktober.

"Setuju," seru seluruh pihak yang hadir dalam rapat tersebut.

Acara selanjutnya kemudian disambung dengan foto bersama sebelum ditutup.

Terkait penolakan dua fraksi, hal ini disampaikan dalam sesi tanggapan. Fraksi Demokrat yang diwakili Hinca Pandjaitan menilai masih banyak hal yang harus dibahas secara mendalam tak terburu-buru.

"Izinkan kami Partai Demokrat menyatakan menolak RUU Cipta Kerja ini. Kami menilai banyak yang harus dibahas kembali secara mendalam dan komperhensif," kata Hinca.

Pembahasan tersebut, kata dia harus dilakukan dengan semua pihak. Termasuk stakeholder yang berkepentingan.

"Ini penting agar produk hukum yang diberikan tidak berat sebelah, berkeadilan sosial, dan mendorong pertumbuhan ekonomi, dan penciptaan lapangan kerja yang sebenarnya," tegasnya.

Fraksi PKS juga punya pandangan serupa dengan Demokrat. Menurut perwakilan Fraksi PKS Ledia Hanifa Amaliah, rancangan perundangan ini harusnya dibahas dengan penuh kecermatan dan kehati-hatian.

Menurutnya, PKS menyoroti soal waktu yang pendek dalam pembahasan DIM sehingga menimbulkan ketidakoptimalan dalam mengambil keputusan.

Selain itu, pembatasan di masa pandemi COVID-19 juga dianggapnya membatasi masyarakat dalam ikut serta dalam mengawasi pembahasannya.

Kemudian, RUU Ciptaker ini juga dianggap tak tepat dalam membaca situasi, tidak akurat, dan tidak pas dalam penyusunan. Karena, meski disebut soal investasi, yang diatur dalam perundangan itu bukanlah masalah yang jadi penghambat investasi.

Selanjutnya, perundangan ini juga dianggap terlalu memberikan kemudahan pada pihak asing. 

Tak hanya itu, RUU Ciptaker juga dianggap memberikan kewenangan besar bagi pemerintah namun kewenangan itu tak diimbangi dengan menciptakan sistem pengawasan dan pengendalian penegakan hukum administrasi.

"Berdasarkan pertimbangan tersebut, dengan memohon taufik Allah dan mengucap bismillah, kami Fraksi Partai Keadilan Sejahtera menolak rancangan undang-undang Cipta Kerja ditetapkan sebagai UU," tegasnya.

Dengan adanya penolakan tersebut, Menko Perekonomian Airlangga Hartarto menyebut pihaknya akan membuka dialog.

"Bagi yang belum mendukung dari Demokrat dan PKS, kalau mau dialog tetap kami buka dan kami bisa menjelaskan apabila diperlukan. Kami siap hadir di Fraksi PKS dan Demokrat sambil menunggu rapat paripurna," ujar Airlangga.


The English, Chinese, Japanese, Arabic, and French versions are automatically generated by the AI. So there may still be inaccuracies in translating, please always see Indonesian as our main language. (system supported by DigitalSiber.id)