JAKARTA – Memori hari ini, sembilan tahun yang lalu, 21 Desember 2015, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Choel Mallarangeng sebagai tersangka korupsi hambalang. Choel dianggap telah memanfaatkan jabatan kakaknya, Andi Alfian Mallarangeng sebagai Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) untuk dapat kue korupsi.
Sebelumnya, proyek Hambalang digadang-gadang bisa jadi fasilitas super lengkap untuk atlet Indonesia. Harapan tinggal harapan. Proyek yang memakan dana besar itu justru jadi bancakan kader Partai Demokrat Korupsi.
Berkuasa belum tentu amanah. Partai Demokrat, misalnya. Mereka yang menodominasi pemerintah era 2000-an seharusnya menjadi contoh pejabat lainnya untuk berlaku lurus. Masalahnya beda keinginan dengan praktik di lapangan.
Ambil contoh dalam Proyek Hambalang, Bogor, Jawa Barat. Proyek itu dulunya didorong untuk jadi pusat pendidikan, pelatihan, dan sarana olahraga skala besar. Dulu proyek itu hanya memiliki anggaran pembangunan sekitar Rp125 miliar saja.
Kala presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) berkuasa sedari 2004 semuanya berubah. Pemerintahan SBY bak menekankan bahwa pusat olahraga skala besar harus besar. Mega proyek pun direncanakan. Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora), Andi Alfian Mallarangeng ambil sikap.
Ia mencoba mengambil alih proyek itu dan memperluas cangkupan proyek pada 2009. Nama proyek resminya dikenal sebagai Pusat pendidikan dan Pelatihan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON). Urusan anggaran tentunya jadi lebih gemuk, dari Rp125 miliar dan Rp2,5 triliun.
Optimisme mengiringi penetapan dana besar. Masalahnya, pelaksanaan di lapangan berbeda. Kejanggalan demi kejanggalan terkuak. Isu korupsi di antara kader Partai Demokrat muncul satu demi satu, dari Andi Alfian Mallarangeng hingga Nazaruddin.
Rakyat Indonesia pun dihebohkan. Para tersangka dari Partai Demokrat justru mereka yang sering kali muncul di layar kaca dengan jargon: katakan tidak pada korupsi.
“Kejanggalan tak hanya ditemukan di Kemenpora. Rekomendasi teknis pembangunan gedung juga tak diparaf Menteri Pekerjaan Umum, Djoko Kirmanto. Anjuran teknis hanya diteken pejabat setingkat direktur di Kementerian Pekerjaan Umum.”
“Kejanggalan itu baru ditemukan Kementerian setelah kontrak tahun jamak proyek Hambalang disetujui. Bila salah satu saja persyaratan itu tidak dipenuhi, kontrak tahun jamak seharusnya bisa ditolak. Namun Agus Martowardojo (Menteri Keuangan) tidak pernah menerima laporan mengenai sejumlah kekurangan dalam pengajuan anggaran kontrak tahun jamak,” terang Hermien Y. Kleiden dalam buku Agus Martowardojo: Pembawa Perubahan (2019).
SEE ALSO:
Tersangka korupsi pun muncul satu demi satu. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus giat mengembangkan kasusnya. Alhasil, aliran dana korupsi mengalir pula pada adik Choel Mallarangeng. Choel yang dikenal sebagai pengusaha sekaligus konsultan politik dianggap telah memanfaatkan kuasa kakaknya sebagai Menpora dapat uang dari proyek Hambalang.
Choel pula diketahui mendapatkan keuntungan untuk kakaknya sebesar Rp2 miliar dan 550 ribu dolar AS. KPK pun mengendusnya. Choel pun lalu ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK pada 21 Desember 2015.
Choel dianggap melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 UU nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 21 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUH Pidana. Penetapannya jadi tersangka membuat kakak-adik itu mendekam di penjara.
"Dalam pengembangan penyidikan dugaan korupsi proyek Hambalang, penyidik menemukan dua alat bukti yang cukup untuk menetapkan Choel, sebagai tersangka," kata Pelaksana harian Kepala Biro Humas KPK, Yuyuk Andriati dikutip laman BBC, 21 Desember 2015.
The English, Chinese, Japanese, Arabic, and French versions are automatically generated by the AI. So there may still be inaccuracies in translating, please always see Indonesian as our main language. (system supported by DigitalSiber.id)