JAKARTA - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melalui Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Dirjen Migas) Tutuka Ariadji mengungkapkan rencana penggantian BBM jenis Pertalite bernilai oktan 90 dengan Pertamax Green 92.
Tutuka menyebut rencananya program tersebut akan mulai dilakukan secara massal pada tahun 2026.
"Itu masih 2026, itu masih lama dan skalanya besar," ujar Tutuka saat ditemui wartawan yang dikutip Sabtu 16 September.
Ia mengungkapkan nantinya pemerintah dan Pertamina akan mengimplementasikan peningkatan penggunaan etanol sebagai campuran dengan BBM secara bertahap. Hal ini sejalan dengan program langit biru Pertamina yang juga dilakukan secara bertahap mulai tahun 2024. Selain itu, uji coba penggunaan Pertamax Green 92 sebagai pengganti Pertalite juga akan dilakukan secara terbatas mulai tahun depan.
"Kalau peningkatan ada yang 5 persen (E5), kemudian 92 yang 7 persen (E7). Tahapannya kan setelah 2024 itu akan dimulai kalau itu sudah berhasil dari berbagai segi (seperti) penurunan emisinya seperti yang direncanakan," lanjut Tutuka.
Terkait penggantian Pertalite menjadi Pertamax Green 92, Tutuka menyebut pemerintah akan terus mepertimbangkan daya beli masyarakat, kondisi sosial dan dampak dari pemberlakukan kebijakan tersebut di masa depan.
Sebelumnya Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Nicke Widyawati menuturkan, pergantian bahan bakar mesin (BBM) jenis Pertalite menjadi Pertamax Green 92 pada tahun 2024 masih dikaji secara internal perusahaan dan belum diputuskan.
SEE ALSO:
Sekadar diketahui, PT Pertamina (Persero) mengkaji peningkatan kadar oktan BBM Subsidi RON 90 menjadi RON 92 yakni mencampur Pertalite dengan Ethanol 7 persen sehingga menjadi Pertamax Green 92.
“Program tersebut merupakan hasil kajian internal Pertamina, belum ada keputusan apapun dari pemerintah. Tentu ini akan kami usulkan dan akan kami bahas lebih lanjut,” kata Nicke usai rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi VII DPR RI, Rabu, 30 Agustus.
Nicke menambahkan, jika nanti usulan tersebut dapat dibahas dan menjadi program pemerintah, harganya pun tentu akan diatur oleh pemerintah.
“Tidak mungkin Jenis BBM Khusus Penugasan (JBKP) harganya diserahkan ke pasar karena ada mekanisme subsidi dan kompensasi di dalamnya,” terang Nicke.
The English, Chinese, Japanese, Arabic, and French versions are automatically generated by the AI. So there may still be inaccuracies in translating, please always see Indonesian as our main language. (system supported by DigitalSiber.id)