Kala Lennon dan Yoko Mendamaikan Dunia lewat "Adegan Cinta Tanpa Sensor"
JAKARTA - Jika masih hidup, musisi legendaris John Lennon hari ini merayakan ulang tahunnya yang ke-80. Kematian Lennon di tangan Mark David Chapman berdampak besar pada budaya pop. Menyusul peristiwa tragis tersebut, jutaan penggemar di seluruh dunia berduka. Penjualan rekaman melonjak. Kematian Lennon dianggap terlalu dini dan hingga kini masih membangkitkan kesedihan yang mendalam.
Banyak hal yang membuat Lennon begitu dikagumi banyak orang. Kemampuannya berbicara lewat musik dan lirik, serta karyanya yang ikonik membuat masyarakat tidak akan abai terhadap keberadaannya. Salah satu hal ikonik yang masih diingat adalah cara Lennon mendukung diakhirinya perang dan membawa pesan damai kepada dunia.
Pada 25 Maret 1969, John Lennon dan Yoko Ono merayakan pernikahan yang baru saja berlangsung beberapa hari. Mereka mengundang pers untuk bergabung dengan mereka di suite bulan madu mereka di Amsterdam Hilton Hotel.
Melansir The Washington Post, Jumat, 9 Oktober, seorang kenalan Lennon mengatakan pasangan itu sedang merencanakan "adegan cinta tanpa sensor abad ini." Jadi, beberapa jurnalis muncul karena mengira mereka akan menyaksikan adegan perkawinan antara megabintang The Beatles dan pengantin wanita Jepangnya.
Namun, ketika wartawan tiba, mereka menemukan Lennon dan Yoko Ono dengan piyama yang dikancing sepenuhnya. Ternyata John Lennn dan Yoko Ono punya tujuan tertentu. Mereka berdua ingin melakukan protes perang dengan berbaring di tempat tidur dan memberitakan perdamaian dunia dengan memanjangkan rambut mereka.
Saat itu, Lennon dan Ono dirundung pemberitaan negatif tentang hubungan asmara mereka. Tapi, Lennon menjelaskan, mereka telah memutuskan untuk memanfaatkan dan mengarahkan perhatian itu untuk tujuan mereka sendiri. Lennon dan Ono menerima pengunjung selama 12 jam sehari dalam seminggu, sebelum melanjutkan tur dunia mereka.
Aksi selanjutnya dilakukan di Wina. Tempat tidurnya cocok dengan penggemar. Pelawak Washington Post, Art Buchwald bercanda: Saya beruntung mewawancarai mahasiswa di Fort Lauderdale pada liburan Paskah untuk mendapatkan reaksi mereka (terkait aksi John Lennon dan Yoko Ono).
"Mahasiswa jurusan musik berkata, 'Jika tidur akan membuat negara ini sadar akan fakta bahwa kita menginginkan perdamaian, maka saya katakan kita harus tidur.' Pacarnya berkata, 'Setelah seminggu di Fort Lauderdale, saya perlu tujuh hari dan tujuh malam tidur, bahkan jika itu bukan untuk kedamaian,'” ceritanya.
Beberapa bulan kemudian, Lennon dan Ono berencana kembali melakukan aksi bed-in di New York. Tetapi Lennon ditolak masuk ke Amerika Serikat karena kasus narkoba. Jadi mereka memilih lokasi alternatif.
"Kami akan pergi ke Bahama untuk melakukan aksi protes di tempat tidur," kata Lennon. “Saya tidak tahu berapa lama kita akan tinggal di sana. Itu tergantung kapan dan jika visa diberikan."
SEE ALSO:
Lennon dan Ono bertahan satu hari di Bahama. Namun, karena panasnya iklim negara tersebut, mereka pindah ke daerah dengan iklim dingin, Montreal. Di sana, mereka menginap di Fairmont The Queen Elizabeth Hotel selama seminggu.
Di Montreal, Lennon dan Ono menjamu pengunjung, termasuk menjamu penyair Allen Ginsberg dan aktivis hak sipil, Dick Gregory. Mereka juga merekam Give Peace a Chance dengan kerumunan termasuk advokat LSD, Timothy Leary dan komedian Tommy Smothers.
Setelah melakukan aksi di Montreal, Lennon dan Ono melanjutkan kampanye untuk perdamaian dengan mengirimkan biji pohon ek kepada para pemimpin dunia. Lennon membeli papan reklame dengan pesan: PERANG USAI! JIKA KAMU MENGINGINKANNYA.
Saat melakukan aksi di Amsterdam Hilton, kamar Lennon dan Ono menginap diabadikan secara permanen. Orang lain bisa menyewanya dengan biaya antara 1.800 dolar AS dan 2.300 dolar AS per malam.