Demokrat Jelaskan Dua Alasan Mereka Walkout dalam Pengesahan UU Cipta Kerja
JAKARTA - Anggota Fraksi Partai Demokrat Benny K Harman menyebut, ada dua alasan yang membuat mereka walkout atau keluar dari Rapat Paripurna Penutupan Masa Sidang I Tahun Sidang 2020-2021 yang berakhir dengan pengesahan Undang Undang Omnibus Law Cipta Kerja. Dua alasan ituadalah teknis dan substansif.
"Alasan teknis itu adalah mekanisme pengambilan keputusan. Keputusan diambil secara musyawarah dan mufakat apabila semua anggota fraksi yang ada di dalam rapur itu menyetujui," kata Benny kepada wartawan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Senin, 5 Oktober.
Menurut dia, mekanisme pengambilan suara yang dilakukan dalam rapat paripurna itu tidak sesuai dengan tata tertib. Sebab, apabila ada fraksi yang menolak harusnya mekanisme pengambilan suara dilakukan dengan sistem lobi maupun pemungutan suara atau voting. Namun, yang terjadi dalam pengesahan tersebut, pimpinan rapat malah justru melanjutkan agenda rapat.
SEE ALSO:
Diketahui, selain Partai Demokrat, ada fraksi partai lainnya yang melakukan penolakan terhadap undang-undang berpolemik tersebut yaitu Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS).
"Jadi pimpinan sewenang-wenang," tegasnya.
Sementara terkait alasan substansif, Benny mengatakan fraksinya memang sejak awal menolak pengesahan UU Cipta Kerja. Sebab, perundangan ini dianggap tak memiliki urgensi di tengah pandemi COVID-19 yang saat ini terjadi.
Selain itu, dengan disahkannya undang-undang ini, DPR RI terkesan kehilangan empati. Padahal penolakan masyarakat terhadap UU Cipta Kerja ini sangat kencang terjadi di tengah masyarakat. Dia juga menyebut pemerintah dan pendukungnya telah tega kepada rakyat dengan menetapkan perundangan ini.
"Tega-teganya pemerintah pendukungnya membuat RUU yang tidak relevan dengan apa yang menjadi kebutuhan dan kesulitan masyarakat saat ini," ungkap dia sambil menambahkan undang-undang ini nantinya disinyalir akan lebih banyak mengakomodir kepentingan pebisnis namun menyengsarakan kelompok rentan seperti petani hingga pelaku UMKM.
"Bagaimana kami bisa setuju RUU semacam ini. Maka kami menolak dan pimpinan sewenang-wenang tidak dikasih kesempatan kami untuk menyampaikan pandangan kami. Makanya kami mengambil sikap walkout," imbuh Benny.
Sementara saat ditemui wartawan usai gelaran rapat paripurna tersebut, Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsudin menyebut seluruh pimpinan DPR RI tetap menghormati keputusan itu. Dia juga menyebut, sikap Fraksi Partai Demokrat akan menjadi catatan dalam rapat paripurna.
"Kami hormati. Sikap politik itu kan bisa berbeda satu dengan yang lain. Tentu sikap itu kami hormati sesuai dengan mekanisme dan menjadi catatan di rapat paripurna," ungkap Azis.
Selain itu, politikus Partai Golkar ini menegaskan seluruh pandangan fraksi sebenarnya sudah dicatat dan disampaikan oleh pimpinan Baleg DPR RI. Menurutnya, dari catatan pimpinan Baleg DPR RI, semua fraksi telah menyepakati agar RUU Cipta Kerja --yang saat ini sudah diketuk-- dibawa ke tingkat II.
"Semuanya sudah sepakat. Kan ada dalam pandangan akhir," tegasnya.
Sebelumnya, DPR RI secara resmi mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law Cipta Kerja. Persetujuan diambil dalam Rapat Paripurna Penutupan Masa Sidang I Tahun Sidang 2020-2021 di Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin, 5 Oktober yang dipimpin oleh Wakil Ketua DPR Azis Syamsudin.
Hadir dalam rapat paripurna secara fisik Menteri Koordinator bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, Menteri Ketenegakerjaan Ida Fauziah, Menteri Keuangan Sri Mulyani, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian, dan Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly.
Usai mendengarkan pandangan dari Menteri Koordinator bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, DPR kemudian memutuskan untuk mengetuk rancangan perundangan tersebut meski ada penolakan dari Fraksi Demokrat dan Partai Keadilan Sejahtera.
"Perlu kami sampaikan, berdasarkan yang kita simak dan dengar bersama. Maka sekali lagi saya butuh persetujuan dalam forum rapat paripurna ini. Bisa disepakati?" kata Azis sebelum mengetuk palu persetujuan.
"Setuju," jawab anggota dewan diiringi dengan ketukan palu dari pimpinan rapat.