Kejagung Belum Telisik Dugaan Keterlibatan MA dalam Kasus Pinangki
JAKARTA - Kejaksaan Agung menyebut, pihaknya belum menelisik adanya dugaan keterlibatan pihak Mahkamah Agung (MA) dalam kasus yang menjerat Jaksa Pinangki Sirna Malasari.
"Objek perkara ini memang fatwa. Tetapi Penyidik belum sampai memikirkan apakah itu sampai ke MA apa tidak, karena tidak ada keharusan semacam itu untuk pembuktiannya," ucap Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Kejaksaan Agung, Ali Mukartono kepada wartawan, Selasa, 8 September.
Dengan demikian, sampai saat ini pihaknya belum membutuhkan keterangan pihak MA. Hanya saja, jika dalam penyidikan kasus ini ditemukan bukti petunjuk, tidak menutup kemungkinan pihaknya akan melakukan penyelidikan.
"Bisa iya bisa tidak, nanti kita tunggu perkembangannya. Sampai sekarang belum ke sana," kata dia.
SEE ALSO:
Adapun Jaksa Pinangki Sirna Malasari dijadikan tersangka oleh Kejaksaan Agung karena dia diduga menerima suap terkait pengurusan fatwa agar Djoko Tjandra tidak dieksekusi dalam kasus cessie Bank Bali di Mahkamah Agung (MA). Bahkan dikabarkan Pinangki sempat mengontak orang MA.
Dalam kasus ini Kejaksaan menduga Pinangki menerima suap senilai 500 ribu dolar AS atau setara Rp7,5 miliar dari Djoko Tjandra. Kejaksaan Agung juga sudah menetapkan Djoko Tjandra sebagai pemberi suap. Terbaru, Kejagung menetapkan Andi Irfan Jaya sebagai tersangka terkait permufakatan dalam pengurusan fatwa MA.
Djoko Tjandra dijerat dengan pasal 5 ayat 1 huruf a Undang-Undang 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001.
Atau sangkaan yang kedua, pasal 5 ayat 1 huruf b UU pemberantasan tindak pidana korupsi atau yang ketiga adalah pasal 13 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Jaksa Pinangki Sirna Malasari ditetapkan sebagai penerima suap. Dia dijerat dengan Pasal 5 huruf b Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi.
Sementara Andi Irfan dijerat dengan Pasal asal 5 Ayat (2) jo ayat (1) huruf b atau Pasal 6 ayat (1) huruf a jo. Pasal 15 UU No.31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU No mor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.