Subsidi Listrik untuk Masyarakat di Pulau Terluar Indonesia
JAKARTA - Wilayah Indonesia terbentang luas dengan lebih dari 1.922.570 km gugus pulau di Nusantara. Namun tak semua wilayah dan pulau di Indonesia dapat menikmati listrik.
Hal itu mendorong Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) untuk berinovasi dalam menyalurkan listrik ke seluruh rumah tangga di Indonesia. Salah satunya dengan memanfaatkan tabung listrik (talis) untuk melistriki desa-desa yang berada di wilayah terluar, terdepan, dan tertinggal (3T).
Sebanyak 52.000 talis direncanakan akan diberikan kepada rumah tangga di 306 desa yang berada pada wilayah dengan kondisi geografi yang tidak memungkinkan untuk dipasang jaringan listrik PLN.
"Cara yang baik untuk melistriki ini, adalah sebagian besar, sekitar 306 desa itu menggunakan talis. Karena demografi maupun geografinya berada di atas gunung, di bukit, ada yang berserak, sehingga mau tidak mau harus dengan talis. Kalau digunakan dengan grid tentu akan mahal dan tidak mungkin, losses sangat tinggi di sana," jelas Direktur Pembinaan Program Ketenagalistrikan Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Jisman Hutajulu, seperti dikutip dari Antara, Selasa 4 Juli.
SEE ALSO:
Jisman mengatakan Kementerian ESDM telah bersepakat dengan Komisi VII DPR RI untuk mengalokasikan 25.000 talis pada anggaran Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE) tahun 2021. Sementara untuk pengadaan 27.000 talis lainnya masih dilakukan koordinasi dengan Kementerian Keuangan (Kemenkeu).
"Telah diputuskan dari 52.000 kebutuhan talis di sana, sudah ada kesepakatan dengan komisi VII DPR RI pada rapat kerja kemarin (25 Juni 2020) untuk dialokasikan Ditjen EBTKE sebanyak 25.000 talis, dan dilaksanakan di tahun 2021," terang Jisman.
Untuk penambahan daya pada talis, selain menggunakan energi matahari, juga akan disediakan Stasiun Pengisian Energi Listrik (SPEL) di beberapa tempat. Selain itu, setiap rumah tangga yang mendapatkan talis juga akan diberikan satu talis cadangan, sehingga ketika dilakukan pengisian daya listrik di rumah tetap menyala.
"Jadi talis itu nanti sangat bermanfaat untuk daerah-daerah yang sangat sulit untuk dijangkau oleh jaringan PLN, karena sangat mudah handlingnya dan bisa di-charge menggunakan energi matahari. Selain itu adanya namanya SPEL, nanti ditempatkan di beberapa tempat, mungkin di 30 rumah tangga ada 1 SPEL-nya. Kita juga berikan cadangan, supaya nanti polanya seperti LPG yang di rumah kita jadi nggak nunggu dia. Ini kita berharap ada cadangannya supaya masyarakat bisa menggunakan setiap hari," tandasnya.
Jisman pun berharap pembagian talis bisa dilakukan di tahun depan, agar rasio desa berlistrik dan rasio elektrifikasi bisa mencapai 100 persen. "Mudah-mudahan tahun depan bisa kita realisasikan, sehingga rasio desa berlistrik dan rasio elektrifikasi bisa 100 persen,” ujarnya.
Sebagai informasi, per Juni 2020 rasio elektrifikasi telah mencapai 99,09 persen sementara rasio desa berlistrik sebesar 99,51 persen. Saat ini terdapat 433 desa yang belum berlistrik, 306 desa akan dilistriki menggunakan talis, 75 desa menggunakan PLTS Komunal atau PLTD Hybrid, sementara 52 desa lainnya akan dilistriki perluasan jaringan listrik (grid extension).
Pada kesempatan yang sama Jisman juga menerangkan terkait teknologi smart grid yang direncanakan akan dilakukan di tahun ini oleh PT PLN pada sistem Jawa-Bali. Jisman juga mengatakan smart grid telah masuk dalam Program Strategis Nasional (PSN).
"Smart grid ini banyak (jenisnya), yang penting dia jaringan cerdas. Cerdasnya itu artinya bisa pembangkitnya bisa terkomunikasi antara pelanggan dengan pengatur bebannya. Jadi bisa di hulunya dan bisa di hilirnya. Nah untuk smart grid ini sebenarnya sudah kita masukkan di dalam PSN, dan PLN sendiri sudah merencanakan untuk segera dilaksanakan di sistem Jawa-Bali di tahun 2020 ini. Memang sudah ada beberapa percontohan yang sudah dilaksanakan," jelas Jisman.
Penggunaan smart grid bertujuan untuk peningkatan efisiensi. Jisman mencontohkan jika ada komunikasi dari seluruh pelanggan ke pengatur beban atau pemilik jaringan, bahwa di waktu tertentu hanya menggunakan listrik dengan jumlah tertentu, maka pengelola sudah bisa memastikan dalam waktu tersebut hanya menyediakan sejumlah yang dibutuhkan.
Pemerataan Infrastruktur
Pembangunan infrastruktur ketenagalistrikan, khususnya untuk program 35.000 megawatt (MW) terus berjalan, meskipun sedang berada di tengah pandemi COVID-19. Hingga bulan Juni 2020, 200 unit pembangkit, dengan total daya 8.187 MW telah beroperasi (Commercial Operation Date/COD) dan masuk ke dalam sistem kelistrikan nasional.
Jumlah tersebut menambah kapasitas terpasang pembangkit listrik, di mana sampai dengan Mei 2020 total kapasitas terpasang pembangkit listrik sebesar 70,9 GW. Kapasitas ini mengalami penambahan sebesar 1,2 GW dibandingkan dengan tahun 2019.
"Dari 35,53 GW itu ada yang sudah COD atau beroperasi kurang lebih 200 unit, yakni sebesar 8,2 GW atau 23 persen. Selain itu, jumlah pembangkit yang sedang dalam tahap konstruksi ada 98 unit, sebesar 19,25 GW atau 54 persen,” jelas Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Rida Mulyana.
Rida juga memaparkan untuk pembangkit yang sudah tanda tangan kontrak, tetapi belum memulai konstruksi ada 45 unit atau 6,5 GW (19 persen). Sementara yang masih dalam tahap pengadaan dan perencanaan ada 54 unit atau 1.563 GW.
Rida pun menjelaskan untuk menambah permintaan konsumen listrik, pemerintah mendorong PLN untuk fokus kepada transmisi dan distribusi, tidak hanya di pembangunan pembangkit. Seperti yang diketahui program 35.000 MW terdiri dari pembangkit dan transmisi, juga di dalamnya ada gardu induk.