Sentilan Jokowi ke Menteri Dinilai tak Mempan, Waktunya Realisasikan Reshuffle?

JAKARTA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) kembali menyentil jajarannya belum menunjukkan gerak cepat bekerja di tengah dampak pandemi COVID-19. Tapi ‘sentilan’ Jokowi dinilai tak cukup tanpa tindakan evaluasi menyeluruh.

“Menurut saya narasi kata-kata saja tak cukup butuh tindakan tindakan yang lebih clear,” kata Direktur Eksekutif The Political Literacy Institute, Gun Gun Heryanto, saat dihubungi, Selasa, 4 Agustus.

Tindakan ini menurut Gun Gun dapat dilakukan Jokowi dengan melakukan evaluasi menyeluruh. Basisnya dengan key performance indicator para menteri terutama dalam kerja penanganan COVID-19.

Jokowi sambung dia, punya otoritas penuh mengevaluasi kinerja para menterinya. Dari evaluasi ini bisa diputuskan diperlukan-tidaknya perombakan (reshuffle) kabinet.

“Sentilan Jokowi memberi sinyal kuat bahwa belum seluruh menteri menindaklanjuti kemarahannya Jokowi pada 18 Juni lalu. Jangan terlalu lama kabinet dalam ketidakpastian karena punya efek domino pada persepsi publik. Kontroversi soal isu reshuffle jika berkepanjangan bisa membanģun citra negatif dan opini buruk di masyarakat,” papar Gun Gun.

Karena itu, Jokowi dapat menggunakan hak prerogatif dalam merombak kabinet. Perombakan bisa dilakukan seoptimal mungkin. 

“Perombakan di saat pandemi tidaklah mudah. Oleh karenanya diperlukan kehati-hatian dan kepastian,” katanya.

Sentilan Jokowi ke jajarannya disampaikan saat membuka rapat terbatas terkait penanganan COVID-19 dan pemulihan ekonomi nasinal. Jokowi menyinggung kinerja menteri yang dinilai masih tak paham prioritas penanganan COVID-19.

“Di kementerian, di lembaga, aura krisisnya betul-betul belum, ya, belum masih sekali lagi kejebak pada pekerjaan harian. Enggak tahu prioritas yang harus dikerjakan," kata Jokowi, Senin, 3 Agustus.

Dia menyinggung pada realisasi anggaran hingga urusan ekonomi terkait dengan konsumsi rumah tangga dan daya beli masyarakat masih minim. Selain itu, Jokowi memaparkan totatal anggaran stimulus sebesar Rp695 triliun untuk penanganan COVID-19 yang baru 20 persen direalisasikan oleh kementerian dan lembaga.  

"Oleh sebab itu saya minta Pak Ketua urusan ini didetailnya satu per satu dari menteri-menteri yang terkait sehingga manajemen krisis kelihatan lincah, cepat, trouble shooting, smart shortcut, dan hasilnya betul-betul efektif. Kita butuh kecepatan," ujar Jokowi.

Ancaman reshuffle kabinet pernah dilontarkan Jokowi pada sidang kabinet 18 Juni. Saat itu, Jokowi menyinggung kinerja sejumlah menterinya yang dianggap biasa-biasa saja di tengah krisis akibat pandemi COVID-19.

"Tindakan-tindakan kita, keputusan-keputusan kita, kebijakan-kebijakan kita, suasananya harus suasana krisis. Jangan kebijakan-kebijakan biasa saja, menganggap ini sebuah kenormalan. Apa-apaan ini," kata Jokowi dalam video yang ditayangkan di akun YouTube Sekretariat Presiden, Minggu, 28 Juni.

Saat itu, Jokowi menegaskan tak segan-segan melakukan perombakan kabinet. Urusan pembubaran lembaga juga diwacanakan Jokowi, hingga akhirnya terealisasai

"Bisa saja membubarkan lembaga, bisa saja reshuffle. Udah kepikiran ke mana-mana saya. Atau buat Perppu yang lebih penting lagi kalau memang diperlukan," katanya.