JAKARTA - Industri otomotif dunia tengah mengalami kesulitan kelangkaan stok mobil baru. Hal tersebut karena produksinya yang terhambat akibat minimnya pasokan chip semi konduktor. Kondisi tersebut menyebabkan harga mobil bekas justru terus melambung. Bahkan naik hingga 20 persen sejak April 2021.
Kepala Penilaian dan Analis Motor HPI, Darren Martin menjelaskan bahwa rata-rata harga mobil bekas naik seperlima dalam lima bulan terakhir. Kata dia, biasanya mereka akan terdepresiasi 5 persen selama periode ini.
"Harga rata-rata telah meroket 20 persen sejak April, bahkan mobil keluarga menarik premi yang sangat besar. Ledakan harga ini disebabkan oleh kelangkaan kendaraan baru yang akut dan banyaknya pembeli," ujar Martin dilansir dari Daily Mail, Selasa, 28 September.
Martin mengatakan bahwa naiknya harga mobil bekas juga disebabkan oleh banyaknya uang cadangan yang dimiliki masyarakat kelas menengah atas. Pasalnya, anggaran yang biasanya digunakan untuk berlibur saat ini harus tertahan akibat merebaknya pandemi COVID-19.
Karena itu, lanjut Martin, uang tersebut dibelanjakan sebagian besar orang untuk membeli mobil bekas. Menurut Martin, sekarang adalah waktu yang tepat bagi masyarakat yang ingin menjual mobilnya.
"Jika anda memiliki mobil yang tidak dibutuhkan, sekaranglah waktunya untuk menjual," ucapnya.
Sekadar informasi, industri otomotif dunia tengah terpukul dengan adanya kelangkaan pasokan chip semikonduktor sejak awal tahun 2021. Akibat kondisi ini, sebagian besar pabrikan mobil melakukan pemangkasan produksi.
Tak hanya itu, jumlah stok chip semikonduktor yang terbatas bahkan menyebabkan harganya melonjak hingga 600 persen. Adanya kebijakan karatina wilayah atau lockdown untuk memutus penyebaran mata rantai penyebaran virus semakin memperburuk keadaan karena terlambatnya distribusi.
Toyota pangkas produksi hingga 40 persen
Sebelumnya diberitakan, Toyota berencana memangkas produksi mobil dunia hingga 40 persen mulai bulan September 2021. Lantaran terjadinya kekurangan pasokan chip semikonduktor yang belum ada tanda-tanda mereda. Kondisi semakin diperburuk dengan belum bangkitnya industri otomotif dunia yang terpukul pandemi COVID-19.
BACA JUGA:
"Setelah terpaksa menutup pabrik tahun lalu karena pandemi, pembuat mobil sekarang menghadapi persaingan ketat dari industri elektronik konsumen yang luas untuk pengiriman chip di tengah gangguan rantai pasokan global," tulis keterangan resmi perusahaan.
Merebaknya COVID-19 dan kebijakan karantina wilayah di Jepang, Filipina, Thailand, Vietnam, dan Malaysia juga semakin memukul produksi. Sebab, sebagian besar pabrik Toyota berada di negara tersebut.
"Perusahaan akan memangkas produksi global untuk September sebesar dua perlima dari rencana sebelumnya, mempengaruhi 14 pabrik di Jepang dan di tempat lain, termasuk sebagian besar pabriknya di Amerika Utara," jelasnya.
Sekadar informasi, akibat kelangkaan chip juga memukul industri otomotif di Inggris. Bahkan, masalah tersebut membuat produksi mobil menurun drastis hingga titik terendah sejak tahun 1956. Direktur Eksekutif Society of Motor Manufacturers and Traders (SMMT), Mike Hawes mengatakan, produsen mobil Inggris masih menghadapi kondisi yang sangat sulit.
Tercatat di bulan Juli produksi hanya sebesar 53.400 unit atau menurun 37,6 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2020. Meskipun permintaan mobil baru masih tinggi, kata Mike, produsen tidak bisa memenuhi karena adanya hambatan rantai pasok dari luar negeri komponen mobil akibat kebijakan lockdown.