JAKARTA - Aksi pemalsuan (counterfeiting) melalui aktivitas produksi hingga distribusi atau penjualan barang secara tanpa hak dan izin atas merekterdaftar milik orang lain masih terus terjadi. Bahkan, tidak hanya di Indonesia, hal ini menjadi isu global yang harus ditanggapi secara serius oleh seluruh pemangku kepentingan, baik pemerintah, pelaku usaha, dan tentunya para konsumen.
Pasalnya, selain persoalan pelanggaran hukum, pemalsuan memberi dampak serius pada ekonomi, reputasi bangsa bahkan juga pada kesehatan konsumen yang sudah barang tentu merugikan berbagai pihak.
Mencermati ancaman tersebut, International Trademark Association (INTA) bekerja sama dengan K&K Advocates - intellectual property, hari in Kamis 2 September menggelar Webinar bertajuk "Anti-Counterfeiting Issues in Indonesia - Lesson Learned".
Hadir sebagai pembicara antara lain Freddy Harris Direktur Jenderal Direktorat Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan HAM Republik Indonesia, Justisiari Perdana Kusumah Managing Partner, K&K Advocates-intellectual property, Yanne Sukmadewi Wakil Ketua Indonesian Corporate Counsel Association, dan juga perwakilan dari Masyarakat Indonesia Anti Pemalsuan (MIAP), Widyaretna Buenastuti.
Justisiari Perdana Kusumah mengatakan, pemalsuan masih sering kali dilihat sebagai masalah khusus bagi para pemilik merek saja. Padahal sesungguhnya masalah ini memiliki kompleksitas yang tidak dapat diselesaikan oleh para pemegang kekayaan intelektual saja.
"Selain itu, pemalsuan juga sudah barang tentu memiliki dampak dan menimbulkan masalah langsung bagi pemegang kekayaan intelektual dan konsumen, sehingga hal tersebut menimbulkan juga dampak sosial-ekonomi yang merugikan semua pihak," kata dia.
Sementara Yanne Sukmadewi mengatakan, sebagai pemilik atau pemegang kekayaan intelektual akan sangat dirugikan karena berpotensi kehilangan royalti dan nilai atas kekayaan intelektual. Dampak langsung adalah kehilangan reputasi, investasi, keuntungan di satu sisi dan penjualan. Dan sisi lain, pemerintah pasti kehilangan pendapatan pajak.
"Oleh karena itu, apabila hal tersebut terus berkelanjutan maka Indonesia dapat menghadapi hambatan inovasi dan pertumbuhan ekonomi, meningkatnya ketidakpercayaan investor dan berkurangnya lapangan kerja, dengan semakin sedikitnya investor yang mau berinvestasi karena kekhawatirannya akan pelanggaran kekayaan intelektual," ujar Yanne.
BACA JUGA:
Adapun Freddy Harris mengatakan, pemerintah telah menetapkan pengaturan terhadap pelanggaran merek dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis (UU Merek).
Untuk itu ke depan, kampanye melawan pemalsuan harusdilakukan secara bersama-sama oleh seluruh pemangkukepentingan untuk mencegah dampak dari kegiatan pemalsuan itu sendiri oleh pihak-pihak yang tidak berkepentingan.
Salah satunya melalui webinar yang digelar oleh (INTA) bekerja sama dengan K&K Advocates - intellectual property yang mengangkat tema utama "Anti-Counterfeiting Issues in Indonesia - lesson learned".
Webinar ini menjadi kempanye dan ajang sosialisasi yang tepat, terutama untuk membangun pemahaman secara komprehensif, berbagi pengalaman dan informasi mengenai praktik terbaik, melakukan diskusi antara pemilik merek, aparat penegak hukum dan praktisi, terkait isu pelanggaran merek.
Adapun peserta yang hadir dalam webinar kali ini antara lain Indonesia Corporate Counsel Association (ICCA); Persatuan Perusahaan Kosmetika Indonesia (Perkosmi); Asosiasi Industri Sepeda Motor Indonesia (AISI); anggota INTA; Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual; The American Chambers of Commerce (AmCham); British Chambers of Commerce (BritCham Indonesia); The European Business Chamber of Commerce (EuroCham); The Indonesia Australia Business Council (IABC); The Japan External Trade Organization (JETRO); Japan International Cooperation Agency (JICA); Italian Business Association Indonesia (IBAI); Legal Practitioner/IP Consultant.