JAKARTA - Direktur Utama (Dirut) PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) Irfan Setiaputra mengungkapkan alasan harga tiket pesawat untuk perjalanan domestik cenderung lebih mahal dibandingkan perjalanan ke luar negeri.
Pertama, ia menjelaskan bahwa dalam penerbangan domestik bahan bakar avtur akan dikenakan pajak, sedangkan untuk perjalanan ke luar negeri tidak dikenakan pajak.
"Kami tidak pernah keluar dari rambu-rambu harga pemerintah. Tapi, pajak masuk kena (PJP2U). Avtur yang kami beli juga kena pajak, tiket yang kami jual ke dalam negeri kena pajak," ujar Irfan saat sesi doorstep di kawasan Bandara Internasional Soekarno Hatta, Tangerang, Banten, dikutip dari Antara, Selasa 12 November.
Selain itu, ia menyebut alasan mahalnya tiket pesawat domestik yaitu adanya tarif Pelayanan Jasa Penumpang Pesawat Udara (PJP2U) yang mengalami kenaikan sebesar 35 persen pada tahun 2023 lalu.
"Nah, setelah TBA (Tarif Batas Atas) itu, ada pajak. Abis itu ada PJP2U yang ini tahun 2023 naik 35 persen diam-diam. Nggak tau kan? Tiba-tiba harga tiket gue naikkan, ya harus naik dong," ujar Irfan.
Irfan mengatakan bahwa harga tiket pesawat kemungkinan akan naik pada tahun depan 2025, seiring dengan akan diterapkannya Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 12 persen.
"Ya naik, itung-itung aja, TBA tambah pajak tambah Angkasa Pura," ujar Irfan.
Ia menyampaikan tidak ada masalah apabila penjualan bahan bakar avtur dibuat persaingan antara perusahaan lain dengan PT Pertamina (Persero).
SEE ALSO:
Namun demikian, ia menyebut perusahaan penjual bahan bakar avtur di luar PT Pertamina (Persero) tersebut harus juga tersedia di seluruh wilayah, hingga ke daerah Indonesia bagian timur.
"Katanya mau dibuka persaingan jangan Pertamina aja, itu juga nggak masalah. Pertamina juga rasanya nggak masalah. Tapi, jangan di Cengkareng aja dong, Pertamina itu di Ternate loh dia, di Palopo loh dia. Kalau lu mau buka jualan avtur di sini dengan harga murah, lu buka juga dong di Palopo, to be fair ya. Kalau cuma Jakarta sama Bali aja, kan nggak fair," ujar Irfan pula.