Bagikan:

JAKARTA, Komite Penghapusan Bensin Bertimbal (KPBB) menegaskan pentingnya langkah cepat dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) untuk mempercepat pemberlakuan Bahan Bakar Minyak (BBM) rendah sulfur di Indonesia. Direktur Eksekutif KPBB Ahmad Safrudin menyebutkan bahwa penunjukan Pertamina untuk memproduksi bahan bakar berstandar Euro 4 (kandungan sulfur 50 ppm) akan menjadi solusi krusial dalam menanggulangi pencemaran udara di Jakarta dan kota-kota besar lainnya.

"Menteri ESDM Pak Bahlil Lahadalia harus memerintahkan langsung ke Pertamina bahwa Pertamina hanya boleh memproduksi BBM yang memenuhi standar euro 4,” ujar Safrudin saat dihubungi wartawan, Rabu, 9 Oktober.

Safrudin mengatakan, Kementerian ESDM sebenarnya telah menetapkan kewajiban penyediaan BBM rendah sulfur sejak Oktober 2018 untuk bensin dan April 2022 untuk solar. Namun, menurutnya, implementasi di lapangan masih lambat.

"Itu kewajiban pemerintah terutama Menteri ESDM, yang harus memastikan tersedianya pasokan BBM di seluruh Indonesia yang memiliki standar Euro 4 tadi. Nah, yang kedua Pertamina tidak ada opsi lain kecuali mematuhi ketentuan regulasi," imbuhnya.

Menurut Safrudin, kualitas BBM di Indonesia tertinggal dibandingkan negara-negara lain di Asia Tenggara. Dengan masih dipasoknya BBM yang tidak sesuai standar Euro 4, maka teknologi kendaraan bermotor yang sudah menggunakan standar ini menjadi tidak efektif, sehingga emisi yang dihasilkan tetap tinggi.

"Ya parah saja, karena kan bisa harusnya kan sudah terstandar Euro 4 kendaraan bermotor kita, baik solar atau diesel maupun bensin," sambungnya.

Safrudin menambahkan, Keputusan Mahkamah Agung (MA) melalui Pengadilan Tinggi (PT) Jakarta pada Oktober 2022 juga dapat menjadi dorongan hukum bagi pemerintah untuk mempercepat kebijakan ini. Diketahui, saat itu warga memenangkan upaya hukum banding yang dilayangkan oleh Presiden Joko Widodo beserta menteri-menterinya atas gugatan polusi udara di DKI Jakarta.

"Putusan tersebut menyampaikan bahwa Presiden, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Menteri Kesehatan, Menteri Dalam Negeri, kemudian Gubernur DKI Jakarta, Gubernur Jawa Barat, Gubernur Banten, wajib melakukan upaya-upaya untuk kebijakan pengendalian pencemaran udara sesuai dengan regulasi yang sudah ditetapkan," imbuhnya.

Sementara itu, dihubungi terpisah, Corporate Secretary PT Kilang Pertamina Internasional (KPI) Hermansyah Y Nasroen menyampaikan, pemerintah telah menetapkan batasan sulfur maksimum 50 ppm untuk BBM jenis solar dan bensin melalui SK Dirjen Migas No. 447.K/2023 dan No. 110.K/2022, dengan target berlaku pada 1 Desember 2027 untuk solar dan 1 Januari 2028 untuk bensin. “Saat ini, produk KPI yang kandungan sulfurnya dibawah 50ppm adalah Pertamax Turbo dan Pertamina Dex,” ucapnya.

Untuk memenuhi target tersebut, Hermansyah mengatakan bahwa pihaknya telah dan akan melaksanakan beberapa proyek, di antaranya proyek Refinery Development Master Plan (RDMP) Balikpapan yang direncanakan selesai pada tahun 2025 akan menghasilkan produk BBM dengan kualitas setara Euro5; proyek pembangunan unit Diesel Hydrotretaed (DHT) untuk memproduksi solar dengan kadar sulfur maksimum 50 ppm di Kilang Cilacap dan Kilang Dumai; serta proyek pembangunan unit Gasoline Sulfur Hydrotreater (GSH) untuk memproduksi bensin dengan sulfur maksimum 50 ppm di Kilang Plaju dan Balongan.

"Proyek-proyek ini merupakan kontribusi KPI untuk mengurangi emisi dan bagian dari implementasi ESG dalam upaya menjadi perusahaan yang berwawasan lingkungan, bertanggung jawab sosial, serta memiliki tata kelola yang baik," pungkasnya.