Bagikan:

JAKARTA - Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir mendapatkan pengalaman unik saat melakukan kunjungan resmi ke China pada pekan ini. Saat lawatan tersebut, dia mengaku bertemu dengan sejumlah pejabat Kementerian BUMN China dan kalangan pengusaha lokal di sana.

“Yang menggelitik tadi buat saya adalah ketika counterpart saya mengatakan bahwa ada 48 perusahaan China yang bisa menembus top 500 korporasi besar di dunia, kenapa Indonesia cuma dua perusahaan?” ujarnya saat memberikan keterangan pers secara virtual dari Negeri Tirai Bambu, Jumat, 2 April.

Sontak, hal tersebut itu membuat Erick agak kelabakan. Dia tidak menyangka bakal mendapat menerima pernyataan seperti itu.

“Saya tidak bisa menyebutkan apapun,” katanya.

Meski demikian bos Mahaka itu terlecut untuk meningkatkan kinerja perusahaan RI agar mampu bersaing dalam pentas global.

“Saya cuma bisa bilang akan double menjadi empat dalam tiga tahun ini (2024),” tegasnya.

Erick menambahkan, bahwa para birokrat dan kalangan pelaku usaha di China cukup mengapresiasi sejumlah kemajuan dalam pengelolaan korporasi milik negara di Indonesia.

“Mereka telah menyadari bahwa sudah terjadi perubahan selama satu tahun terakhir di Kementerian BUMN. Mereka menyebutnya reformasi yang menyeluruh, dimana perusahaan BUMN sekarang menerapkan good corporate governance terhadap transparansi dan profesionalisme secara terbuka,” jelasnya.

Adapun, misi utama yang diusung oleh Menteri Erick Thohir kali ini ke China adalah untuk segera merealisasikan pengembangan industri electric vehicle (EV) di Indonesia.

“CATL (Contemporary Amperex Technology) tetap berkomitmen investasi 5 miliar dolar AS, dan yang saya ingin pastikan adalah keberlanjutan dari partnership ini memang baik dan bisa dipercepat,” tuturnya.

Selain Erick, turut pula dalam rombongan Menteri Perdagangan (Mendag) Muhammad Lutfi yang menjelaskan bahwa pemerintah telah mencapai kesepakatan untuk meningkatkan skala kerjasama ekonomi menjadi tiga kali lipat senilai 100 miliar dolar AS dari sebelumnya 31 miliar dolar AS.

“Kerjasama ini merupakan komitmen dua negara hingga 2024 mendatang,” sebut Mendag.

Kedua birokrat itu didampingin oleh Menteri Luar Negeri Retno Marsudi selaku utusan diplomatik yang mengawal kesepakatan bilateral antara Indonesia dan China tersebut.