JAKARTA - Pemerintah bakal menyesuaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen pada tahun depan.
Hal tersebut sesuat Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).
Merespons hal tersebut, Ekonom Senior Indef Faisal Basri menilai, sebaiknya Presiden terpilih Prabowo Subianto menunda penerapan pajak tersebut.
Idealnya, kata dia, penerapan PPN 12 persen itu dilakukan Prabowo usai setahun menjabat sebagai orang nomor satu di Indonesia.
"Jadi, harusnya misalnya dia (Prabowo Subianto) mengeluarkan executive order. Satu misalkan saya akan menunda sampai 2026 baru diterapkan, saya akan kasih setahun pertama saya itu mengabdi terutama kepada rakyat," ujar Faisal kepada wartawan di Jakarta, Rabu, 21 Agustus.
"Kebanyakan enggak menambah beban rakyat. Kan, gitu yang ada di benak saya," sambungnya.
Faisal menilai, Prabowo sebagai presiden terpilih seharusnya bisa memberikan kado manis bagi masyarakat untuk 100 hari kepemimpinannya nanti.
"Setahun saja ada napas, sehingga diharapkan setahun itu program-program dia (Prabowo) yang kerakyatan itu sudah menghasilkan. Barulah (menerapkan tarif PPN 12 persen)," katanya.
BACA JUGA:
Menurut Faisal, apabila sudah dilantik menjadi Presiden 2024-2029, barulah Prabowo memiliki kewenangan sepenuhnya untuk menunda atau tetap melanjutkan penerapan pajak sebesar 12 persen di 2025.
"Ya dia belum tanam apa-apa sudah mau panen, gimana sih? Tanam saja belum. Ya, praktis kan. Spiritnya executive order (melalui) Perpres (peraturan presiden) atau Perppu (peraturan pemerintah pengganti undang-undang) kalau perlu," imbuhnya.