Bagikan:

JAKARTA - Ketua DPP PDI Perjuangan (PDIP) Ribka Tjiptaning mendesak Presiden Joko Widodo (Jokowi) memasukkan Tragedi Kudatuli atau kerusuhan 27 Juli 1996 sebagai kasus pelanggaran HAM berat.

Desakkan itu disampaikan Ribka dalam diskusi 'Kudatuli, Kami Tidak Lupa' di kantor DPP PDIP, Menteng, Jakarta Pusat pada Sabtu, 20 Juli. Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri hadir secara daring sementara aktivis Gerakan Reformasi Partai Rakyat Demokratik (PRD), Wilson Obrigados; serta jajaran DPP PDIP seperti Sri Rahayu, Yuke Yurike, Bonnie Triyana, serta para organ sayap partai hadir secara langsung.

“Kita sepakat panitia bagaimana mendesak Jokowi bahwa Peristiwa 27 Juli ini untuk menjadi dimasukkan dalam pelanggaran HAM berat,” kata Ribka dalam kegiatan itu.

Ribka menyesalkan sikap Jokowi yang tak memasukkan peristiwa Kudatuli dalam daftar 12 kasus pelanggaran HAM berat setelah adanya rekomendasi dari Tim Non-Yudisial Penyelesaian Pelanggaran HAM Berat.

Ke-12 peristiwa pelanggaran HAM berat itu yakni, peristiwa 1965-1966; peristiwa penembakan misterius 1982-1985; peristiwa Talangsari, Lampung 1989; Rumoh Geudong dan Pos Sattis, di Aceh 1989; penghilangan orang secara paksa tahun 1997-1998; peristiwa kerusuhan Mei 1998; peristiwa Trisakti dan Semanggi I dan II 1998-1999.

Kemudian peristiwa pembunuhan dukun santet 1998-1999; peristiwa Simpang KKA, di Aceh tahun 1999; peristiwa Wasior, di Papua 2001-2002; peristiwa Wamena, Papua di 2003; dan peristiwa Jambo Keupok, di Aceh tahun 2003.

“Kita akan protes dan berjuang untuk supaya Peristiwa 27 Juli masuk dalam pelanggaran HAM berat. Setuju?” tegas Ribka.

“Setuju,” jawab peserta diskusi dengan riuh.

Ribka lantas mengajak elemen rakyat khususnya kader PDIP hingga aktivis berjuang mendesak Presiden Jokowi. Sehingga, peristiwa ini masuk sebagai pelanggaran HAM berat masa lalu.

“Kita nggak bisa kalau nggak ngelawan sendiri harus sama-sama. Setuju enggak di sini semua kita lawan bersama ini,” ujar Ribka.