Bagikan:

JAKARTA - Ombudsman mengawal percepatan penyaluran pupuk bersubsidi yang totalnya telah ditetapkan pemerintah sebanyak 9,55 juta ton pada tahun 2024 dari sebelumnya 4,7 juta ton.

"Semua harus bergerak mendukung kelancaran penyalurannya dan kami terus mengawal segala upaya percepatannya," kata anggota Ombudsman RI Yeka Hendra Fatika di Banjarmasin, Kalimantan Selatan, dikutip dari Antara, Jumat 31 Mei.

Berdasarkan data PT Pupuk Indonesia (Persero), sampai dengan 27 Mei 2024 telah disalurkan pupuk bersubsidi sebesar 2,33 juta ton atau setara 24,5 persen dari total alokasi subsidi pupuk yang sebesar 9,55 juta ton secara nasional.

Yeka mengungkapkan, sejumlah sumbatan yang selama ini menjadi penyebab ketidaklancaran dalam penyaluran pupuk bersubsidi telah dipetakan Ombudsman.

Antara lain masih banyak petani tidak terverifikasi sebagai yang berhak menerimanya dengan segala kendala.

Kemudian masih ada petani yang masuk sebagai penerima padahal tahun-tahun sebelumnya tidak pernah menebusnya.

Ketiga, tidak adanya payung hukum bagi distributor atau pengecer dalam penyaluran lantaran surat keputusan (SK) belum diteken sejumlah kepala daerah.

"Kementerian Pertanian harus menekan daerah agar segera menerbitkan SK, paling tidak pertengahan Juni sudah bisa disalurkan bagi yang belum," katanya.

Yeka juga menekankan perlunya penyederhanaan dalam verfikasi dan validasi karena sistem selama ini tidak membuat nyaman petugas di lapangan dan merugikan PT Pupuk Indonesia. Faktanya banyak subsidi sudah disalurkan tetapi nilainya tidak bisa ditagih.

"Aplikasi i-Pubers (Integrasi Pupuk Bersubsidi) yang sudah terimplementasi di sekitar 27.000 kios resmi di seluruh Indonesia juga harus dipastikan bisa diakses lebih baik oleh petani," jelasnya.

Yeka pun mendesak pemerintah meningkatkan fee margin yang bisa didapatkan distributor dan kios lantaran selama ini untuk tingkat kios hanya Rp75 per kilogram dan Rp50 di tingkat distributor.

Dia membandingkan dengan fee margin elpiji subsidi 3 kilogram yang lebih besar yakni Rp800 per kilogram.

"Fee margin bagi kios dan distributor untuk pupuk bersubsidi ini berlaku sejak 2010, kalau begini terus semakin membuka peluang penyelewengan dan masyarakat yang menyalurkan mengundurkan diri," ucapnya.

Sementara Direktur Pemasaran PT Pupuk Indonesia (Persero) Tri Wahyudi Saleh mengatakan sesuai Permentan Nomor 01 Tahun 2024 dan Kepmentan Nomor 249 Tahun 2024, penambahan alokasi pupuk subsidi bisa dimanfaatkan oleh petani terdaftar atau petani yang memenuhi kriteria sesuai Permentan Nomor 01 Tahun 2024 yaitu tergabung dalam Kelompok Tani dan terdaftar dalam elektronik rencana definitif kebutuhan kelompok (e-RDKK).

Adapun pupuk bersubsidi ini diperuntukkan bagi petani yang melakukan usaha tani subsektor tanaman pangan seperti padi, jagung, dan kedelai, serta subsektor tanaman hortikultura seperti cabai, bawang merah, dan bawang putih, dan subsektor perkebunan seperti tebu rakyat, kakao, dan kopi.

Dari jenis-jenis usaha tani tersebut, ditetapkan bahwa kriteria luas lahan yang diusahakan maksimal dua hektar termasuk di dalamnya petani yang tergabung dalam Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH), sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pada aturan baru ini, Elektronik Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (e-RDKK) dapat dievaluasi empat bulan sekali pada tahun berjalan. Dengan kata lain, petani yang belum mendapatkan alokasi bisa input pada proses pendaftaran dan proses evaluasi di tahun berjalan.