Bagikan:

JAKARTA - Presiden Joko Widodo (Jokowi), telah menandatangani Undang-Undang (UU) Nomor 2 Tahun 2024 tentang Provinsi Daerah Khusus Jakarta (DKJ). UU ini mengatur pemindahan Ibukota negara dari Jakarta ke Ibukota Nusantara (IKN) di dua kabupaten di Kalimantan Timur, yaitu Kabupaten Kutai Kartanegara dan Kabupaten Penajam Paser Utara.

UU yang ditanda tangani Jokowi pada tanggal 25 April 2024 itu menegaskan, nantinya Jakarta berkedudukan sebagai Pusat Perekonomian Nasional dan Kota Global. Dalam UU juga dijelaskan, bahwa Jakarta selain sebagai Pusat Perekonomian Nasional dan Kota Global, juga berfungsi sebagai pusat perdagangan, pusat kegiatan layanan jasa dan layanan jasa keuangan, serta pusat kegiatan bisnis nasional, regional, dan global.

Menurut anggota Komisi D DPRD DKI Jakarta dari Fraksi PDI Perjuangan, Hardiyanto Kenneth, banyak yang membayangkan ketika Jakarta sudah tidak lagi menjadi Ibukota Negara dan Ibukota Pemerintahan. Spekulasi timbul namun yang mengemuka lebih pada aspek yang negatif. Namun, apakah demikian? Bagaimana peluang besar Jakarta setelah tidak lagi menyandang ‘gelar’ Ibukota?

Kata pria yang akrab disapa Bang Kent itu menambahkan, Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2024, yang disahkan pada 25 April 2024, mengatur tentang Provinsi Daerah Khusus Jakarta, sepintas tidak ada yang mendasar selain perubahan posisinya tidak lagi sebagai Ibukota Negara dan Ibukota Pemerintahan.

"Jakarta tetap memiliki 12 kewenangan khusus yang meliputi bidang-bidang, seperti Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang; Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman; Kebudayaan; Penanaman Modal; Perhubungan; Lingkungan Hidup; Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana; Perindustrian; Pariwisata; Perdagangan; Pendidikan; dan Kesehatan," kata Kenneth dalam keterangannya, Rabu(8/5/2024).

Kent pun membeberkan contoh dalam bidang Pekerjaan Umum Penataan Ruang, Jakarta berwenang membangun dan memelihara infrastruktur publik. Jakarta juga tetap menjaga perencanaan dan pengaturan penggunaan lahan dan ruang dalam wilayah tertentu agar tercapai tata ruang yang efisien, berkelanjutan, dan berwawasan lingkungan, yang di dalamnya penentuan zonasi, perencanaan perkotaan, perlindungan lingkungan, dan manajemen sumber daya alam.

"Menyandang nama baru Provinsi Daerah Khusus Jakarta, peran baru Jakarta tetap strategis. Salah satunya adalah Jakarta dapat melakukan kerja sama langsung dengan daerah, badan usaha dan lembaga, baik di dalam negeri maupun di luar negeri secara langsung," beber Kent.

Peran strategis ini juga memperkuat kewenangan khusus yang dimiliki Jakarta, sambung Kent, seperti sebagai pelaksana fungsi Pusat Perekonomian Nasional dan Kota Global. Sebagai Pusat Perekonomian Nasional membuat Jakarta akan menjadi pusat aktivitas ekonomi dan bisnis nasional berskala global, serta menjadi penopang Pembangunan perekonomian nasional secara berkelanjutan.

"Sementara dalam peran sebagai Kota Global, Jakarta akan menjadi penyelenggara kegiatan internasional di bidang perdagangan, investasi, bisnis, pariwisata, kebudayaan, pendidikan, kesehatan, dan menjadi kantor pusat perusahaan dan lembaga baik secara nasional, regional, maupun internasional," tuturnya.

Kent juga berharap, setelah tidak jadi ibu kota negara, Jakata diharapkan lebih lengang penduduk dan kendaraan pribadi. Sehingga masalah utama kota ini, yakni kemacetan bisa terurai.

"Meski begitu, fasilitas pedestarian dan transportasi umum massal perlu terus ditingkatkan dan dibuat semakin nyaman. Sinergi antara Pemprov dan DPRD dalam mengelola anggaran perencanaan infrastruktur perlu benar-benar menyentuh hingga titik krusial masalah di masyarakat," tutur Kepala Badan Penanggulangan Bencana (BAGUNA) DPD PDI Perjuangan Jakarta itu.

Tak hanya itu juga, sambung Kent, dengan pengelolaan manajemen transportasi, harapannya kualitas udara yang buruk akibat asap kendaraan bisa berkurang. Selain itu, pabrik-pabrik yang berada di wilayah jabodetabek perlu diberikan edukasi untuk mengalihkan sumber energi ataupun pembuangan limbah yang lebih ramah lingkungan.

Menurut Kent, Jakarta perlu meningkatkan pembangunan ke arah smart city. Karena sistem teknologi yang dimanfaatkan untuk kepentingan masyarakat banyak diharapkan bisa meningkatkan efektifitas dan produktifitas warganya. Dan juga manajemen pengelolaan wisata juga perlu ditingkatkan agar turis asing mau berkunjung ke Jakarta bukan hanya karena berbisnis, tapi juga berlibur.

"Wisata sejarah dan kuliner di Jakarta bisa banyak diminati oleh turis jika dikelola dengan kemasan yang menarik dan edukatif," tutur Kent.

Lalu, apa peran Pemerintah Provinsi dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah di Jakarta?

Menurut Kent, hilangnya peran Jakarta sebagai Ibukota Negara merupakan peluang besar bagi Pemerintah Provinsi (Pemprov) dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Jakarta. Dengan tidak lagi menanggung beban menjaga marwah sebagai pintu gerbang negara, Jakarta bisa melakukan percepatan pertumbuhan secara signifikan.

"Ada 12 kewenangan khusus yang dimiliki membuat Pemprov dapat dengan fleksibel namun teratur mengarahkan Pembangunan Jakarta. Bila dimaksimalkan, Jakarta akan menjadi New York atau Hongkong bagi Indonesia. Dan Jakarta akan menjadi magnet yang kuat dan episentrum bagi pertumbuhan ekonomi nasional bahkan regional," sambung Ketua IKAL (Ikatan Keluarga Alumni Lemhannas RI) PPRA Angkatan LXII itu.

Namun, kata Kent, kontrol dan pengawasan yang kuat juga harus dilakukan oleh DPRD sebagai mitra Pemprov. DPRD Jakarta harus mengawal secara tepat bagaimana Jakarta akan tumbuh, memaksimalkan potensi, dan tentunya menjadi “role model’ bagi provinsi lain di Indonesia.

"Sinergi yang utuh antar kedua lembaga, bisa mendorong Jakarta menjadi magnet baru ekonomi dan bisnis dunia, bahkan bukan tidak mungkin menggantikan Hongkong sebagai pusat ekonomi di Asia, atau malah menggantikan New York yang diklaim sebagai pusat ekonomi dan bisnis dunia," pungkasnya.