Bagikan:

JAKARTA - Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi mengatakan Bandar Udara Panua di Kabupaten Pohuwato, Provinsi Gorontalo bakal perkuat perputaran ekonomi yang ada di daerah tersebut.

“Bandara Panua Pohuwato merupakan komitmen pemerintah atas mitigasi wilayah rawan bencana dan juga sebagai pintu gerbang untuk mengembangkan perekonomian di Kabupaten Pohuwato dan Provinsi Gorontalo,” kata Budi mengutip Antara.

Budi mengatakan bahwa Bandara Pahua Pohuwato merupakan bandara ke-25 dari 27 bandara yang telah dibangun sesuai arahan Presiden untuk membangun bandara di seluruh pelosok tanah air.

“Bandara Pahua Pohuwato ini sangat produktif untuk membangun ekonomi daerah ini mengingat jangka jangkau dari Gorontalo lebih dari 4 jam jalur darat,” ujar Budi.

Bandara Panua Pohuwato memiliki landasan pacu sepanjang 1.200 m x 30 m, taxiway sepanjang 15 m x 170 m, apron sepanjang 110 m x 70 m, serta gedung terminal sebesar 990 m2. Dengan begitu, Bandara Panua Pohuwato dapat didarati pesawat ATR 72-600.

Ia menjelaskan konsep desain terminal bandara ini diambil dari bentuk empat rumah adat di Provinsi Gorontalo yaitu Rumah Adat Dulohupa, Rumah Adat Bantayo Poboide, Rumah Adat Gobel, serta Rumah Adat Ma’lihe atau Potiwaluya.

Bentuk atap terminal diadopsi dari atap rumah adat di Provinsi Gorontalo yang bertingkat sehingga memberi kesan megah dan mewah. Pembagian sekat area terminal juga dibuat fungsional dan estetik, lalu dipadukan dengan konsep modern tanpa menghilangkan tampilan kearifan lokal yang eksotis.

“Desain tersebut memberi makna seperti rumah adat yang hangat dan tempat berkumpul yang nyaman,” ucap Budi.

Kemudian, desain terminal bandara didominasi warna putih karang dan cokelat. Hal tersebut terinspirasi dari kekayaan alam Kabupaten Pohuwato.

“Bandar Udara Panua Pohuwato dikelilingi objek wisata penyelaman yang sangat indah dan belum banyak terjamah manusia, salah satunya lapisan karang putih di Pulau Lahe dan Pulau Karang,” tutur Budi.

Budi berharap keberadaan Bandara Panua Pohuwato dapat memberi ketersediaan sarana transportasi yang lebih luas, mendorong multiplier effect dalam pertumbuhan ekonomi di Pulau Sulawesi.

“Serta memperluas perdagangan pariwisata dan sebagai dukungan pada wilayah rawan bencana,” imbuh Budi.