Bagikan:

JAKARTA - Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian ungkap komoditas kelapa sawit merupakan komoditas strategis yang menjadi motor pendorong ekspor tanah air dengan nilai ekspor sebesar 28,45 miliar dolar AS atau mendekati 12 persen dari total ekspor non-migas dengan total pekerja mencapai 16,2 juta.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyampaikan komoditas kelapa sawit merupakan penggerak roda perekonomian sekaligus memberikan dampak positif dalam rangka mengurangi tingkat kemiskinan nasional.

Airlangga menambahkan Indonesia merupakan produsen sawit terbesar dunia, dengan total produksinya mencapai 56 juta ton dengan ekspor sebesar 26,33 juta ton, Sehingga mengisi sekitar 54 persen di pasar dunia.

"Tujuan ekspor lebih dari 125 negara, tertuama untuk pangan, energi, dan hilirsasi yang lain dan sebagai sumber daya devisa tentunya ini perlu kita jaga terus keberlanjutannya," jelasnya dalam acara Rapat Koordinasi Nasional Pelaksanaan Instruksi Presiden Nomor 6 Tahun 2019 Tentang Rencana Aksi Nasional Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Tahun 2019-2024, Kamis 28 Maret 2024.

Menurut Airlangga pemerintah terus mengembangkan industri hilir kelapa sawit, agar tidak hanya terkonsentrasi kepada ekspor bahan baku, tetapi juga sampai produk hilir, atau prodak akhir yang bernilai tambah tinggi.

Selain itu, pemerintah terus mendorong program mandatroy biodiesel yang saat ini sudah diuji cobakan untuk B40 dan realisasi biodiesel doemstik di tahun lalu sebesar 12,2 juta kilo liter, dan tentu ini sangat mempengaruhi untuk menyerap CPO dalam negeri.

Airlangga menyampaikan pemerintah juga telah mengeluarkan berbagai kebijakan antara lain sertifikasi indonesia sustainable palm oil atau ISPO dan program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR).

"Peraturan presiden tentang ISPO bertujuan untuk mengakselerasi sertifikasi berkelanjutan untuk usaha skala besar dan perkebunan sawit. Perpres telah direvisi dan ISPO itu juga mencakup keterlusuran dari rantai pasok minyak sawit atau tracebility, dengan menguatkan konsep hilirisasi," tuturnya.

Menurut Airlangga hal tersebut penting dilakukan lantaran menjadi respon dari pemerintah atas kebijakan European Union Deforestation Regulation/ EUDR (Undang-Undang Anti Deforestasi) yang diputuskan oleh Uni Eropa (UE).

Airlangga menyampaikan kebijakan Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) diharapkan dapat dipercepat lantaran saat ini baru mencapai 150 ribu hektare per tahun, dan ini kurang dari 30 persen dari target yang dicanangkan Presiden Joko Widodo yaitu 180 ribu hektare per tahun.