JAKARTA - PT Pertamina (Persero) menerapkan strategi pertumbuhan ganda untuk mempertahankan kebutuhan energi nasional, yakni memperkuat dan memperluas pengelolaan bisnis minyak dan gas eksisting dan pada saat bersamaan mengembangkan bisnis berkarbon rendah sebagai penggerak pertumbuhan di masa depan.
Direktur Utama Pertamina, Nicke Widyawati memaparkan, Pertamina harus menerapkan strategi pertumbuhan ganda yakni pertama, berupaya mempertahankan kebutuhan energi saat ini melalui bisnis warisan kami dalam bidang minyak dan gas. Namun, tetap melakukan dekarbonisasi pada semua operasi internal, mulai dari hulu hingga hilir.
Yang kedua, Pertamina juga akan fokus pada pengembangan bisnis berkarbon rendah, termasuk Carbon Offset, Carbon Capture Storage/Carbon Capture Utilization and Storage (CCS/CCUS), dan solusi berbasis alam (Natural Based Solution).
“Saat ini, sangat penting untuk menjaga keseimbangan antara kedua strategi tersebut. Hingga tahun 2032, kami akan mengalokasikan sebagian besar anggaran kami pada sektor hulu untuk meningkatkan produksi minyak dan gas. Mengapa demikian? Karena kami harus mencapai kemandirian energi nasional untuk mengurangi ketergantungan pada impor minyak mentah, produk bahan bakar, dan elpiji. Selain itu, kami juga telah melakukan konversi dari kilang minyak menjadi Bio Refinery, dan mengintegrasikannya dengan pabrik Petrokimia,” ujar Nicke yang dikutip Senin 25 Maret.
Pada pertemuan global tersebut, Nicke menguraikan alokasi belanja Perusahaan untuk menjawab strategi pertumbuhan ganda tersebut. Menurutnya, sebanyak 62 persen alokasi belanja investasi Pertamina akan diarahkan di sektor hulu, 20 persen untuk investasi kilang, dan sekitar 15 persen untuk pengembangan New and Renewable Energy (NRE).
Namun seiring dengan berjalannya waktu, Pertamina akan meningkatkan alokasi belanja Perusahaan untuk pengembangan bisnis berkarbon rendah.
“Dari strategi pertumbuhan ganda ini, kami yakin bahwa transisi energi yang kami lakukan akan berlangsung tanpa ada yang perlu dikorbankan. Kami akan beralih menuju energi yang berkelanjutan tanpa mengorbankan keamanan dan ketersediaan energi,” imbuh Nicke.
BACA JUGA:
Nicke juga mengulas mengenai tantangan utama dalam transisi energi di Indonesia meliputi teknologi, pembiayaan, dan pengembangan SDM. Menurutnya memperbaiki kualitas talenta SDM harus dilakukan, agar siap dan relevan dengan kebutuhan energi masa depan. Teknologi juga sangat penting, meskipun Pertamina perlu mempertahankan produksi minyak dan gas serta mengurangi emisi karbon.
“Kami telah melakukan dekarbonisasi ruang lingkup 1 dan 2 dalam operasi, dan kami berhasil mengurangi sekitar 31 persen emisi karbon dalam operasi internal, tetapi kami masih percaya bahwa masih banyak ruang untuk ditingkatkan,”tambahnya.
Nicke mengakui bahwa dekarbonisasi adalah prioritas utama yang diikuti oleh pengembangan teknologi baru untuk memanfaatkan sumber daya domestik seperti bio energi.
Menurutnya, Indonesia memiliki potensi energi berbasis tumbuhan, sehingga diperlukan teknologi yang dapat mengolah sumber daya alam menjadi energi. Selain itu, tambahnya, pemboran unconventional dan teknologi penangkapan, pemanfaatan, dan penyimpanan karbon juga penting untuk mengatasi tantangan offset karbon.
“Kami percaya bahwa teknologi dan kolaborasi adalah kunci untuk kemajuan dalam hal ini,”pungkas Nicke.