Pabrik Amonium Nitrat Senilai Rp1,2 Triliun Beroperasi, Erick Thohir: Kurangi 21 Persen Impor
Menteri BUMN Erick Thohir (Foto: Antara)

Bagikan:

JAKARTA - Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir mengatakan pabrik amonium nitrat, PT Kaltim Amonium Nitrat (KAN) yang memiliki kapasitas 75.000 metrik ton per tahun (MTPY), dengan begitu akan mengurangi impor amonium nitrat sebesar 21 persen.

Seperti diketahui, Presiden Joko Widodo (Jokowi) baru saja meresmikan pabrik amonium nitrat, PT KAN di di kawasan Kaltim Industrial Estate (KIE), Bontang, Kalimantan Timur pada hari ini.

Pabrik dengan nilai investasi Rp1,2 triliun ini merupakan proyek bersama dari anak perusahaan PT DAHANA, PT Dahana Investama Corp (PT DIC), dengan PT Pupuk Kaltim berkolaborasi dengan Wika-Sedin.

Saat ini, Kata Erick, Indonesia masih harus mengimpor amonium nitrat sebanyak 21 lersen dari kebutuhan nasional atau sekitar 120.000 ton.

“Dan 79 persen (sekitar 460.000 ton) sudah produksi dalam negeri. Dari total (kebutuhan dalam negeri) sebesar 580.000 ton. Dengan kapasitas produksi pabrik ini sebesar 75.000 ton, tentunya akan mengurangi yang 21 persen (kebutuhan impor) itu,” ujar Erick dalam keterangan resmi, Kamis, 29 Februari.

Lebih lanjut, Erick bilang produk yang dihasilkan dari pabrik ini akan digunakan untuk memperkuat industri Pertahanan dan industri pupuk.

Karena itu, kata Erick, dirinya memberikan masukan kepada Presiden Jokowi agar memanfaatkan kesempatan kunjungan kerja ke Australia ke depan agar mendorong akuisisi fasilitas penghasil bahan baku amonium nitrat.

Menurut Erick, hal ini dibutuhkan untuk menopang kebutuhan produks pupuk bersubsidi yang ditetapkan naik dari 4,7 juta ton menjadi 9,5 juta ton.

“Ke depan kami memperbaiki supply chain kami semoga nanti dalam perjalanan Bapak ke Australia, Bapak Presiden dapat mendorong akuisisi kita di beberapa negara untuk Phospat, yang ada di Australia dan Kanada, kami perlu percepat. Karena memang dengan kita meningkatkan volume pupuk bersubsidi naik dari 4,7 juta ton menjadi 9,5 juta ton, pasti dibutuhkan bahan baku yang lebih pasti ke depan,” ujar Erick.