Bagikan:

JAKARTA - Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) mengusulkan pemerintah harus melakukan pengawasan melekat terhadap produk ilegal yang semakin marak dengan melibatkan masyarakat.

"Sangat sederhana berapa banyak tenaga bea cukai, pegawai bea cukai yang bisa melakukan pengawasan untuk 278.000.000 penduduk dan 17.000 pulau. Sederhana untuk bisa tertutupnya pelabuhan-pelabuhan tikus, tertutupnya bongkar muat di laut yaitu pengawasan yang melekat mengikutsertakan masyarakat," ujar Ketua Umum Aprindo Roy N Mandey dalam konferensi pers di Jakarta, dikutip Jumat, 19 Januari.

Roy menyebut, masyarakat seperti nelayan dapat menjadi saksi yang melihat langsung proses bongkar muat barang ilegal di pelabuhan tikus maupun transaksi penyelundupan barang impor ilegal ke kapal di tengah laut dibandingkan petugas bea cukai yang jumlahnya terbatas.

Nantinya, masyarakat yang memberi laporan mengenai kegiatan melanggar hukum tersebut dapat diberikan penghargaan (reward) sebagai bentuk apresiasi dan pemicu untuk lebih jeli menemukan kegiatan impor ilegal.

"Siapa yang memberikan reward, ya, pemerintah dong karena mereka tidak menggaji ketika seseorang melaporkan korupsi, seseorang melaporkan ada pembongkaran muatan di tengah laut. Tidak digaji, kan, mereka dilaporkan adanya masuk dari pelabuhan tikus, tapi dikasih reward," kata Roy.

Menurut Roy, ada tiga jenis barang yang merusak produk usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) atau produk lokal yang marak beredar di Indonesia. Pertama, barang bekas atau used products, used clothes, use apparel. Lalu barang yang sudah dikembalikan oleh peritel atau return product.

Kedua, illegal imported products atau barang-barang ilegal yang masuk lewat kontainer dan pelabuhan tidak resmi yang tidak terdata oleh bea cukai. Ketiga, counter fake products atau barang yang labelnya ditempeli merek dagang tertentu namun bukan barang asli.

Melihat maraknya barang bekas hasil impor ilegal, Roy pun meminta pemerintah untuk lebih ketat dalam mengawasi masuknya barang-barang tersebut.

"Semestinya (masalah produk ilegal) bisa selesai tapi, kan, sekarang tidak. Dan inilah yang membuat susah menjawabnya karena bea cukai bilang, kan, kami sudah ada di perbatasan, kami sudah ada mengawasi laut dan sebagainya. Tapi, berapa lama dan berapa jauh bisa dilakukan," tuturnya.

Bukan hanya memperketat masuknya produk impor legal yang dinilainya semakin dipersulit seiring adanya rencana pemberlakuan Permendag Nomor 36 Tahun 2023 mengenai penataan kembali kebijakan impor dengan menggeser pengawasan impor dari post-border ke border dan relaksasi atau kemudahan impor barang kiriman Pekerja Migran Indonesia (PMI) yang akan berlaku pada Maret mendatang.

"Yang kami sayangkan kenapa tidak justru itu yang ditindak dulu, dibersihkan dulu, dong. Dihilangkan dari bumi Indonesia dulu, dong, karena nanti mematikan produk lokal UMKM maupun produk yang memang ada di toko gerai, baik ritel modern atau toko tradisional," imbuhnya.