Bos KAI soal Penambahan Stasiun Kereta Cepat di Kopo: Kita Tunggu Saja, Kemenhub dan BUMN Belum Respons
Direktur Utama PT Kereta Api Indonesia (Persero) Didiek Hartantyo. (Foto: Dok. ANTARA)

Bagikan:

JAKARTA - Direktur Utama KAI Didiek Hartantyo angkat bicara mengenai rencana penambahan stasiun Kereta Cepat Whoosh di Kopo, Bandung.

Kata dia, rencana ini baru sebatas wacana.

Apalagi, sambung Didiek, belum ada kajian dari Kementerian Perhubungan (Kemenhub) dan Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) selaku intasnsi yang mengurus kereta cepat ini.

“Kita tunggu aja, ini kan baru isu dari Pak KSP (Moeldoko) ya. Kementerian perhubungan dan BUMN kan belum respons. Kita tunggu kajian bapak-bapak di atas dulu,” katanya kepada wartawan, di Manggari, Jakarta, Kamis, 28 Desember.

Saat ditanya apakah pihaknya setuju mengenai rencana penambahan stasiun ini, Didiek tidak menjawab secara jelas apakah setuju atau menolak rencana tersebut.

Meski begitu, Didiek mengatakan bahwa untuk ukuran kereta cepat sebaiknya penataan stasiun tidak berdekatan.

Hal ini perlu dilakukan agar kecepatan keret yang mencapai 350 km per jam ini tetap terjaga baik.

“Sekarang begini ya, kecepatan kereta api cepat itu kan 350 km per jam, untuk capai kecepatan itu butuh jarak yang optimal. Silakan nanti ditata kelola dengan governance ya, supaya kereta itu beroperasi cepat, stasiun itu kalau bisa jaraknya jangan terlalu dekat,” ucapnya.

Didiek juga bilang kereta cepat Whoosh ini jangan sampai disamakan dengan KRL Jabodetabek.

Pasalnya, KRL Jabodetabek berhenti tiap 2 km dan memiliki kecepatan tempuh yang jauh lebih rendah dari kereta cepat Whoosh.

“Kan beda sama KRL, 2 kilometer berhenti, 2 kilometer berhenti kan kecepatannya 80 km per jam aja,” ujarnya.

Bahkan, Didiek bilang sebaiknya dari Jakarta sampai Padalarang tidak ada lagi stasiun pemberhentian agar kecepatannya bisa optimal.

Seperti diketahui, kereta cepat Whoosh memiliki empat stasiun pemberhentian yakni Staisun Halim, Staisun Karawang, Stasiun Padalarang dan Staisun Tegalluar. Namun, hingga saat ini Stasiun Karawang belum beroperasi.

“Tapi kalau 350 km per jam butuh jaraknya panjang, misalnya Jakarta-Bandung, Padalarang 100 km, kalau berhenti di Karawang 350 enggak kecapai, value kereta cepatnya enggak akan didapat,” tuturnya.