Pengetatan di RPP Kesehatan Bisa Timbulkan Lonjakan Peredaran Rokok Ilegal
Ilustrasi rokok ilegal. (Foto: Dok. Antara)

Bagikan:

JAKARTA - Pemerintah mesti memikirkan soal dampak negatif dari adanya pengetatan pada industri hasil tembakau (IHT) yang dinilai bisa menimbulkan ancaman berupa peningkatan peredaran rokok ilegal.

Hal ini sebagaimana pemerintah telah menyiapkan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) sebagai pelaksana Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan.

"Ancaman lain dari sektor industri hasil tembakau (IHT) ini adalah peningkatan peredaran rokok ilegal, ini yang juga harus diwaspadai," ujar Asisten Deputi Bidang Koordinasi Perniagaan dan Industri (Deputi V) Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Ekko Harjanto dalam agenda Diskusi Publik Indef bertajuk 'Hitung Mundur Matinya Industri Pertembakauan Indonesia di Jakarta, Rabu, 20 Desember.

Eko mengatakan, dampak negatif yang ditimbulkan dari rokok ilegal bukan hanya dari kerugian cukai dan berkurangnya pendapatan negara, melainkan juga dari sisi sosial dan persaingan usaha yang tidak sehat antar industri.

"Dari sisi sosial, rokok ilegal menyebabkan peningkatan jumlah perokok, terutama di kalangan anak-anak dan remaja. Hal ini disebabkan oleh keterjangkauan harga yang pada akhirnya anak-anak ini mampu membeli," kata dia.

"Sehingga, akan meningkatkan jumlah perokok di kalangan anak-anak dan remaja," tambah Eko.

Dia menilai, pada akhirnya negara tidak menerima pendapatan negara berupa cukai dan jumlah perokok terus meningkat.

"Justru hanya mendapatkan jumlah perokok yang jumlahnya meningkat apabila rokok ilegal ini semakin masif," ucap Eko.

Menurut Eko, salah satu indikasi dari dampak pengetatan kebijakan pengendalian konsumsi produk tembakau yang telah dilakukan oleh pemerintah adalah menurunnya penerimaan cukai hasil tembakau atau CHT.

"Berdasarkan data dari Ditjen Bea dan Cukai (Kementerian Keuangan) realisasi CHT sampai dengan November 2023 baru mencapai Rp179,98 triliun atau masih di bawah target penerimaan untuk 2023 yang ditargetkan sebesar Rp218,69 triliun," ungkapnya.

Adapun jika dilihat dari tren produksi rokok, lanjut Eko, juga mengalami fluktuasi yang cenderung menurun selama 10 tahun terakhir.

"Hingga November 2023, produksi rokok mencapai 285,84 miliar batang yang secara tahunan atau year on year (yoy) menurun sebesar -1,38 persen atau kurang lebih sebanyak 4 miliar batang," imbuhnya.