BANDUNG - Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) mencatatkan total aset yang menembus Rp210 triliun, menurut Direktur Eksekutif Klaim dan Resolusi Bank LPS Suwandi, angka ini mengalami pertumbuhan 12,25 persen dibandingkan tahun 2022 tercatat sebesar Rp187,09 triliun.
"Total uang kita Rp210 triliun, dengan modal awal Rp4 triliun, kemudian asetnya sekitar Rp195 triliun," kata Suwandi dalam Media Workshop di Bandung, Kamis, 9 November.
Suwandi menjelaskan, aset milik LPS dapat disumbangkan ke dalam Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), namun dengan syarat bahwa aset tersebut setara dengan 2,5 persen total simpanan seluruh industri perbankan.
"Misalnya aset Rp10 ribu triliun, berarti harus ada Rp250 triliun. Cadangan penjaminan kita sudah sampai di sana atau belum, bila sudah pendapatan surplus yang dihasilkan oleh LPS dialokasikan untuk pencadangan jaminan, nanti disetorkan kepada negara Penerimaan Negara Bukan Pajak," kata Suwandi.
Namun hal tersebut belum bisa dilakukan karena jumlah aset LPS saat ini belum menyentuh angka 2,5 persen.
Adapun berdasarkan Pasal 81 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan, disebutkan bahwa modal awal LPS merupakan kekayaan negara yang dipisahkan dan ditetapkan sekurang-kurangnya Rp4 triliun hingga Rp8 triliun.
Maka sumber pendapatan LPS berasal dari modal awal pemerintah sebesar Rp4 triliun, kemudian kontribusi kepesertaan yang dibayarkan oleh bank mendaftar menjadi peserta, premi penjaminan bank setiap semester sebesar 0,1 persen dari dana pihak ketiga (DPK), serta dari hasil investasi cadangan penjaminan.