JAKARTA - Tak dapat dipungkiri alih kelola Pertamina Hulu Rokan atau PHR dua tahun lalu merupakan transisi yang terbesar di Indonesia.
Selain diwarisi wilayah operasi raksasa, PHR mendapat limpahan ribuan sumur tua serta fasilitas-fasilitas penunjang yang rata-rata telah dioperasikan hampir seabad oleh operator sebelumnya.
Mulai dari fasilitas bawah permukaan (subsurface) seperti pompa, casing dan tubing, hingga fasilitas permukaan (surface facilities) seperti jaringan pipa produksi, stasiun pengumpul, instalasi listrik, hingga jaringan pipa utama menuju pengapalan.
Dengan kondisi bisnis hulu migas yang kian menantang, operator sering kali dihadapkan pada opsi-opsi strategi operasi yang mengharuskannya untuk tetap konsisten dan efisien dengan memanfaatkan yang ada.
Contohnya dengan mengalihkan anggaran dan fokus dari belanja modal dan investasi, menjadi pengadopsian strategi manajemen integritas aset, dengan mengoptimalkan aset yang ada untuk memaksimalkan operasi.
Tata kelola fasilitas berumur, bukan hanya membahas tentang usia peralatan tersebut, tapi juga bagaimana penerapan sistem mitigasi perawatan atas penuaan dan batas usia pakai fasilitas tersebut.
Seperti disampaikan Executive Vice President Upstream Business PHR WK Rokan, Edwil Suzandi.
Salah satu tugas utama PHR saat alih kelola aset adalah melakukan pendataan secara komprehensif kondisi fasilitas terpasang yang diserahterimakan.
“Dengan pendataan tersebut, PHR dapat menyusun rencana perawatan yang efektif dan efisien, merancang strategi operasi dan eksploitasi minyak yang optimal, aman dan andal, dengan tetap mematuhi seluruh peraturan dan perundang-undangan yang berlaku,” katanya mengutip website BUMN.
Manajemen integritas aset-aset lama menjadi sangat penting mengingat di saat yang sama, PHR terus mengembangkan inisiatif-inisiatif baru untuk meningkatkan produksi.
Sebut saja studi eksplorasi di Formasi Telisa dan Batuan Dasar/Basement Rokan.
Studi ini dilakukan untuk menilai kelayakan pengeboran eksplorasi lebih lanjut, guna membuka potensi baru dalam pengembangan wilayah ini.
BACA JUGA:
“Potensi produksi minyak dari lapangan-lapangan baru tersebut tentu memerlukan kesiapan serta keandalan fasilitas-fasilitas penunjang,” ujar Edwil.
Kepala Divisi Produksi dan Pemeliharaan SKK Migas, Bambang Prayoga, dalam materi paparannya di forum International Oil & Gas 2023 di Nusa Dua, Bali, September lalu, mengatakan bahwa dengan adanya manajemen integritas aset yang baik, kinerja aset berumur diharapkan tetap dapat dioptimalkan melalui tata kelola perawatan berkala, modifikasi dan peremajaan serta penggantian.
Dengan begitu perusahaan-perusahaan hulu migas dapat memastikan integritas di seluruh siklus hidup aset yang dimilikinya.
“Keseluruhan upaya ini tidak hanya mendukung kinerja perusahaan, tetapi juga mencapai target besar industri migas Indonesia, yaitu untuk mendukung target produksi migas sebesar 1 juta barel per hari pada tahun 2030.” Ujar Bambang.