Bagikan:

JAKARTA – Bank Indonesia (BI) tidak memungkiri jika perlambatan ekonomi China memiliki ekses tersendiri terhadap ekonomi Indonesia. Pasalnya, China merupakan salah satu mitra dagang terbesar RI di kawasan maupun secara global.

Meski demikian, Gubernur BI Perry Warjiyo menyatakan, tekanan yang ditimbulkan oleh negara di Asia Timur itu tidak signifikan.

“Penurunan ekonomi China memang menurunkan kinerja ekspor kita, meskipun (ekspor Indonesia saat ini masih tergolong) tinggi,” ujarnya saat menggelar konferensi pers usai Rapat Dewan Gubernur (RDG) di Jakarta, Kamis, 24 Agustus.

Sikap optimistis Perry tersebut didasarkan pada fakta jika sumber pertumbuhan ekonomi nasional didominasi oleh faktor yang berasal dari dalam negeri.

“Pertumbuhan ekonomi kita itu dari domestik. Konsumsi rumah rumah tangga itu tinggi, dan ini terutama di sektor-sektor jasa atau tersier, seperti perdagangan, transprotasi, pergudangan, akomodasi, makanan dan minuman,” tuturnya

Perry menjelaskan, kontribusi kalangan muda turut pula menjadi daya dukung dalam memacu pertumbuhan.

Pasalnya, generasi milenial yang berjumlah 17 persen dari polulasi memiliki daya beli yang semakin meningkat.

“Situasi ini jelas mendorong investasi di sektor nonbangunan,” imbuhnya.

Sebagai informasi, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada akhir kuartal II 2023 adalah sebesar 5,17 persen.

Torehan itu memperpajang rekor pertumbuhan di atas 5 persen dalam tujuh kuartal berturut-turut.

Terpisah, Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu Febrio Kacaribu sebelumnya sempat menyebut jika gejala slowdown China mempunyai dampak yang cukup terbatas bagi Indonesia.

“Kita lihat memang ada risiko dari perambatan ekonomi China walaupun (mereka) sudah me-reopening ekonominya,” ujar dia dalam konferensi pers APBN belum lama ini.

Merujuk data yang dilansir Badan Pusat Statistik, sumber pertumbuhan ekonomi Indonesia menurut pengeluaran didominasi oleh konsumsi rumah tangga sebesar 51-52 persen.

Diikuti kemudian oleh Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) alias investasi sebesar 29 persen, ekspor 24 persen, lalu konsumsi pemerintah, Lembaga Non Profit yang melayani Rumah Tangga (LNPRT), dan ekspor yang masing-masing berkontribusi single digit.