Bagikan:

BALI - Sebanyak 59 organisasi Masyarakat Sipil (OMS) dari berbagai negara ASEAN menyerahkan komunike, salah satunya berisi rekomendasi penetapan mekanisme pendanaan khusus bisnis inklusif kepada Menteri Koperasi dan UKM (Menkop UKM) Teten Masduki untuk selanjutnya dibawa ke KTT Bisnis Inklusif ASEAN.

"Kepada pemimpin ASEAN untuk mendirikan mekanisme pendanaan jangka panjang dan khusus atau instrumen keuangan yang menyediakan modal terjangkau untuk inisiatif bisnis inklusif dan bertanggung jawab," kata Wakil Direktur lembaga penelitian dan advokasi The PRAKARSA Victoria Fanggidae saat acara Side Event Inclusive Business Summit 2023: Collaboration for A More Inclusive ASEAN", di Nusa Dua, Bali, Selasa, 22 Agustus.

Victoria menyebut, hal ini dilakukan melalui kemitraan dengan lembaga keuangan, impact investor, dan bank pembangunan.

"Pemerintah negara-negara Asia Tenggara harus memberikan akses keuangan bagi pemilik usaha kecil, petani kecil, nelayan kecil, dan pengusaha perempuan, karena ini tetap menjadi tantangan terutama bagi kelompok-kelompok terpinggirkan," ujarnya.

Rekomendasi kedua adalah meminta pemimpin ASEAN untuk bekerja bersama dengan komunitas, petani skala kecil, perempuan pemilik usaha untuk menjalankan dan mengembangkan model bisnis yang disesuaikan dengan konteks di wilayah tersebut dengan melibatkan mereka dalam pembuatan kebijakan untuk memperkuat peran dan kapasitas koperasi dalam rantai nilai.

Forum multistakeholder dan pembelajaran OMS dan Organisasi Hak Perempuan (WROs) itu juga meminta pemimpin ASEAN melibatkan Organisasi Masyarakat Sipil secara bermakna, terutama dalam membentuk alat pengukuran dampak yang transparan dan terstandardisasi, serta kerangka pelaporan.

Lalu, memperkuat komitmen ASEAN untuk menciptakan lingkungan yang mendukung bagi sektor swasta, wiraswasta, dan komunitas untuk mengadopsi dan berbagi inovasi teknologi di seluruh kawasan.

"Keenam, kepada pemimpin ASEAN untuk mendorong kerja sama lintas kementerian sektor dan lembaga pemerintah untuk memberikan dukungan terhadap care economy yang akan meningkatkan dan memperluas partisipasi perempuan dalam kegiatan ekonomi," ucap dia.

Tak hanya itu, komunike juga berisi rekomendasi untuk memperkuat kualitas dan ketersediaan data tentang usaha kecil menengah (UKM) dan care economy yang akan digunakan untuk pertimbangan pembuatan kebijakan di tingkat nasional maupun regional.

Terakhir, pemimpin ASEAN diminta untuk melaksanakan inisiatif uji coba di berbagai negara agar mendorong model bisnis inklusif dan bertanggung jawab yang disesuaikan dengan konteks negara-negara ASEAN.

"Model bisnis inklusif dan bertanggung jawab yang diuji coba harus mencakup komitmen terhadap dukungan kerja rawatan dan pekerjaan yang layak. Uji coba ini akan digunakan sebagai media pembelajaran, serta mengidentifikasi dan memperkuat network of champion di sektor swasta yang berkomitmen pada bisnis inklusif dan bertanggung jawab," tutur Victoria.

Pada kesempatan sama, Menteri Koperasi dan UKM (Menkop UKM) Teten Masduki mengakui bahwa pihaknya sangat mudah menjalankan kedelapan rekomendasi tersebut dan beberapa rekomendasi akan menjadi dasar pengambilan kebijakan bagi Kemenkop UKM.

Terlebih, saat ini pemerintah sudah di era demokrasi dan ada banyak peluang dalam pengambilan kebijakan yang bisa dipengaruhi oleh masyarakat.

"Terutama di kementerian kami, karena kami sedang melibatkan koperasi dan UKM on industrialization based on our national resources, seperti sawit, tambang, dan hasil-hasil perkebunan dan sebagainya, supaya industrialisasi itu benefitnya tidak hanya dinikmati oleh usaha-usaha besar," ungkapnya.