Bagikan:

JAKARTA – Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mendapati adanya potensi kelebihan kuota subsidi/kompensasi energi dari yang ditargetkan pada tahun ini. Hal tersebut disampaikan oleh Direktur Jenderal (Dirjen) Anggaran Kemenkeu Isa Rachmatarwata dalam konferensi pers APBN hari ini.

“Kami terus mencermati hal tersebut karena memang ada potensi untuk itu (risiko pelambungan kuota subsidi/kompensasi),” ujarnya pada Jumat, 11 Agustus.

Menurut Isa, pihaknya bakal merangkul sejumlah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang menerima mandatori penyaluran subsidi untuk memperhatikan jumlah produksi yang disalurkan kepada masyarakat.

“Kemenkeu akan berkerja sama dengan badan usaha, Pertamina dan PLN, untuk bisa mengendalikan volume dari BBM, elpiji, serta listrik yang disubsidi ini untuk dikonsumsi,” tutur dia.

Meski demikian, anak buah Sri Mulyani itu memastikan kondisi tersebut tidak akan memberi tekanan berlebih pada instrumen fiskal lantaran disparitas perencanaan anggaran lebih tinggi dibandingkan dengan bandrol yang ada sekarang.

“Dampaknya terhadap APBN sejauh ini masih akan netral karena harga-harga BBM dan bahan baku untuk menghasilkan listrik (batu bara) tahun ini lebih rendah dari yang diperkirakan dalam penyusunan APBN,” tegasnya.

Mengutip laporan terbaru Kementerian Keuangan Juli 2023, diketahui bahwa nilai subsidi dan kompensasi BBM telah menembus Rp59,7 triliun untuk 8,67 kilo liter. Artinya, APBN harus mengeluarkan Rp8,5 triliun setiap bulan untuk mendukung mobilitas masyarakat.

Kemudian, nilai subsidi dan kompensasi listrik tercatat sebesar Rp48,5 triliun untuk 39,2 juta pelanggan. Sementara subsidi elpiji 3 Kg disebutkan sudah mencapai Rp37,7 triliun untuk 4 juta metrik ton gas.

“Kami ingin mengajak semua pihak untuk tetap menjaga agar konsumsi barang bersubsidi bisa dikendalikan bersama,” kata Isa.