Bagikan:

JAKARTA – Konferensi Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia (RDG BI) meyakini bahwa kondisi perekonomian global tidak akan lebih baik dibandingkan dengan proyeksi sebelumnya. Malahan, potensi tekanan diperkirakan bakal semakin menguat seiring dengan tingkat inflasi yang masih tinggi di negara maju.

“Ketidakpastian ekonomi global tetap tinggi. Tekanan inflasi di negara maju masih relatif tinggi dipengaruhi oleh perekonomian yang lebih kuat dan pasar tenaga kerja yang ketat,” ujar Gubernur BI Perry Warjiyo di Jakarta, Selasa, 25 Juli.

Menurut Perry, hal ini diperkirakan akan mendorong kenaikan lebih lanjut suku bunga kebijakan moneter di negara maju, termasuk Federal Funds Rate (FFR).

“Perkembangan tersebut mendorong aliran modal ke negara berkembang lebih selektif dan meningkatkan tekanan nilai tukar di negara berkembang, termasuk Indonesia, sehingga memerlukan penguatan respons kebijakan untuk memitigasi risiko rambatan global,” tuturnya.

Meski demikian, Perry melihat ada sedikit sinyal positif yang ditunjukan lewat perkembangan tersebut mendorong aliran modal ke negara berkembang lebih selektif dan meningkatkan tekanan nilai tukar di negara berkembang, termasuk Indonesia, sehingga memerlukan penguatan respons kebijakan untuk memitigasi risiko rambatan global.

Perry menjelaskan, pertumbuhan ekonomi Jepang diperkirakan masih kuat dipengaruhi oleh konsumsi rumah tangga dan ekspor yang membaik.

“Sementara itu, pertumbuhan ekonomi China lebih rendah sejalan dengan tertahannya konsumsi dan investasi terutama sektor properti,” imbuhnya.

Untuk diketahui, pertumbuhan ekonomi global pada sepanjang 2023 diramalkan tetap sebesar 2,7 persen, namun disertai dengan pergeseran sumber pertumbuhan.