RI-Malaysia Kompak Lawan Diskriminasi Uni Eropa Soal Sawit
Menteri BKPN

Bagikan:

JAKARTA - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto di hadapan para CEO/perwakilan dari berbagai industri kunci minyak sawit di Uni Eropa menyampaikan sejumlah concern terkait perlakuan diskriminatif Uni Eropa terhadap minyak sawit.

Menurut dia, partisipasi dalam Joint Mission Indonesia-Malaysia ke Uni Eropa kali ini berada di momen kritis.

“Kami menyampaikan concern dan ketidaksetujuan kami kepada Uni Eropa yang kembali mendiskriminasi komoditas ekspor unggulan, terutama kelapa sawit yang berdampak negatif pada industri, perdagangan, dan para petani kecil (smallholders) kelapa sawit, melalui kebijakan EU Deforestation-Free Regulation (EUDR),” ujarnya dalam siaran pers hari ini, Rabu, 31 Mei.

Airlangga mengungkapkan, kebijakan tersebut mengecilkan upaya Indonesia yang berkomitmen untuk menyelesaikan permasalahan menyangkut isu perubahan iklim hingga perlindungan biodiversity sesuai dengan kesepakatan, perjanjian dan konvensi multilateral seperti Paris Agreement dan UN 2030 SDG Agenda.

“Negara anggota CPOPC secara ketat sudah mengimplementasikan berbagai kebijakan di bidang konservasi hutan. Bahkan level deforestasi di Indonesia turun 75 persen pada periode 2019 – 2020. Indonesia juga sukses mengurangi wilayah yang terdampak kebakaran hutan menjadi 91,84 persen,” tuturnya.

Airlangga menerangkan, Indonesia kembali menyerukan agar kolaborasi antara negara anggota CPOPC dan saling pemahaman antara negara produsen dan konsumen untuk terus ditingkatkan.

“Pesan kami kepada Uni Eropa sudah sangat jelas, berikan kami pengakuan yang layak kami terima. Harapannya adalah kami bisa mendapatkan hasil yang konkret serta common and mutual understanding dalam pertemuan-pertemuan dengan pejabat terkait Komisi dan Parlemen Eropa sehingga kami dapat terus bergerak maju,” tuturnya.

Di lain sisi, pada situasi global yang penuh dengan ketidakpastian seperti saat ini, semua pihak perlu untuk bekerja serta bergerak selaras dan harmonis dalam mencapai tujuan bersama yaitu pemulihan ekonomi dan kesejahteraan.

“Peran industri sangat penting. Mari bersama mempromosikan palm oil secara positif yang sejalan dengan upaya dan komitmen yang telah dilakukan selama ini,” pungkas Menko Airlangga.

Ditambahkan pula bahwa standar national sustainability yang dimiliki Indonesia dan Malaysia melalui ISPO Dan MSPO perlu mendapatkan pengakuan, sehingga seharusnya EUDR bisa memberi jalan kepada produk kelapa sawit yang sudah bersertifikat ISPO ataupun MSPO.

Untuk diketahui, selama isu ini belum mencapai titik tengah yang dapat diterima kedua pihak, maka dipandang sulit untuk palm oil diterima di Uni Eropa. Oleh sebab itu, berbagai ketentuan turunan EUDR perlu dibahas bersama dengan melibatkan seluruh stakeholders terkait (policy maker, industri, smallholders dan civil society/NGOs) termasuk bersama Uni Eropa dengan membentuk platform multistakeholders agar dampak negatif EUDR dapat ditangani dan diminimalisir/dihilangkan.