JAKARTA - Pemerintah meyakini sarana kereta rel listrik (KRL) yang dimiliki PT Kereta Commuter Indonesia (KCI) masih cukup untuk memenuhi layanan transportasi publik meski pengajuan impor KRL bekas dari Jepang tidak direkomendasikan oleh pemerintah.
Deputi Bidang Koordinasi Investasi dan Pertambangan Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman (Kemenko Marves) Septian Hario Seto dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis, menjelaskan berdasarkan laporan hasil review Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), disebutkan jumlah KRL yang beroperasi saat ini ada 1.114 unit. Jumlah tersebut tidak termasuk 48 unit yang diberhentikan operasinya dan 36 unit yang dikonversi sementara.
“Kalau kami yakin, dan memang sebenarnya di luar dari 1.114 tadi, sebenarnya ada 44 unit yang akan dikonservasi secara bertahap tahun 2023 ini. Kondisinya menurut BPKP juga siap guna dan telah lulus uji kelayakan operasi. Jadi sebenarnya dari unit yang ada, menurut hasil review dari BPKP masih mencukupi,” ungkapnya.
Seto menjelaskan berdasarkan laporan hasil review BPKP, kondisi kelebihan muatan (overload) diakui memang terjadi, namun pada jam-jam sibuk (peak hour). Namun, secara keseluruhan, okupansi tahun 2023 itu adalah 62,75 persen, pada 2024 diperkirakan masih 79 persen dan 2025 sebanyak 83 persen.
Hasil review BPKP itu, lanjut Seto, juga membandingkan jumlah armada KRL siap guna pada tahun 2019 sebanyak 1.078 unit yang mampu melayani 336,3 juta penumpang. Sedangkan pada 2023, dengan jumlah penumpang diperkirakan mencapai 273,6 juta penumpang dengan total jumlah armada sebanyak 1.114 unit.
“Jadi di 2023 jumlah armadanya lebih banyak tapi estimasi penumpangnya tetap jauh lebih sedikit dibandingkan 2019 yang jumlah armadanya lebih sedikit,” imbuhnya.
BACA JUGA:
Secara rata-rata, jumlah penumpang saat ini mencapai 800 ribu per hari, dan bisa mencapai 900 ribu penumpang per hari pada peak hour. Namun, angka tersebut dinilai masih lebih sedikit dibandingkan jumlah penumpang KRL yang pada 2019 rata-rata mencapai 1,1 juta penumpang per hari.
Lebih lanjut, Seto mengemukakan jika pemerintah mengizinkan impor untuk 10 trainset kereta bekas pun, kemungkinan rangkaian kereta baru akan tiba bertahap dan penggunaannya baru bisa terrealisasi paling cepat pada 2024 mendatang.
Opsi retrofit bisa dilakukan saat ini, meski diakuinya kemungkinan juga baru bisa ramping pada 2024 mendatang karena memakan waktu sekitar 16 bulan.
“Jadi ini masalah planning, kalau planning bisa dilakukan lebih awal, ini lebih bagus,” ujar Seto.