Ketua Kadin Desak AS Bersikap Adil ke Indonesia soal Subsidi Nikel untuk Kendaraan Listrik
Ilustrasi Nikel (Foto: Dok. Antara)

Bagikan:

JAKARTA - Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) dan ASEAN Business Advisory Council (ASEAN-BAC) Arsjad Rasjid mendesak Amerika Serikat untuk lebih adil dalam pemberian subsidi hijau bagi mineral untuk kendaraan listrik.

Pemerintah AS diketahui akan menerbitkan pedoman kredit pajak bagi produsen baterai dan EV di bawah Undang-Undang Pengurangan Inflasi dalam beberapa minggu ke depan. Undang-undang ini mencakup 370 miliar dolar AS dalam subsidi untuk teknologi energi bersih.

Menurut Arsjad, baterai yang mengandung komponen bersumber dari Indonesia dikhawatirkan tetap tidak memenuhi syarat untuk kredit pajak Inflation Reduction Rate (IRA) secara penuh. Sebab, Indonesia belum memiliki perjanjian perdagangan bebas dengan AS dan dominasi perusahaan China dalam industri nikel.

"Saya menyampaikan keprihatinan atas 'pengucilan' terhadap mineral kritis Indonesia dari paket subsidi Amerika Serikat (AS) untuk teknologi hijau," ujar dia dalam keterangan tertulisnya, dikutip Rabu, 5 April.

Sementara itu, Arsjad menegaskan, Indonesia dapat memainkan peran penting dalam memenuhi kebutuhan Amerika Serikat terhadap kendaraan listrik dan baterai.

Pasalnya, Indonesia memiliki sepertiga dari dari total cadangan nikel dunia yang menempatkan Indonesia pada posisi pertama dan nikel merupakan bahan yang penting untuk produksi baterai kendaraan listrik.

Indonesia sendiri, kata dia, tengah bekerja sama dengan perusahaan multinasional untuk membangun rantai pasokan nikel terpisah untuk Cina dan negara lainnya. "Indonesia adalah teman bagi China dan negara barat. Kami menyediakan mineral penting bagi Cina Amerika Serikat, dan Uni Eropa," kata Arsjad.

Arsjad menilai, Indonesia telah berupaya memastikan memiliki portofolio inklusif baik Cina maupun negara lainnya dalam sektor pertambangan nikel. Hal tersebut, menurutnya, demi mencapai kesepakatan perdagangan yang adil dan saling menguntungkan.

Dia menyebut, berbagai negara telah berinvestasi di Indonesia pada sektor pertambangan, khususnya untuk pengembangan kendaraan listrik dan baterai. Investor tersebut di antaranya, LG, SK Group, Samsung, dan Hyundai.

Lebih lanjut, kata Arsjad, ketiga investor tersebut penting dalam hilirisasi industri nikel, termasuk katoda, sel baterai, dan produksi kendaraan. Dia mengatakan, LG Energy Solution kini sedang membangun pabrik baterai kendaraan listrik di Indonesia dengan produsen mobil listrik Hyundai.

Di samping itu, Arsjad juga menekankan pentingnya melihat Indonesia dan ASEAN sebagai alternatif untuk China. Dia berharap, Amerika Serikat akan memberikan status yang setara kepada anggota Kerangka Ekonomi Indo-Pasifik (IPEF) dengan negara-negara yang memiliki perjanjian perdagangan bebas penuh dengan Amerika Serikat.

"Kami sedang berdiskusi tentang IPEF, dan semangat perjanjian itu adalah kerja sama. Jika Amerika mengecualikan ASEAN, rasanya sangat tidak adil," ungkapnya.

Dalam industri pengembangan kendaraan listrik, Arsjad mengaku turut mengajak Amerika maupun Uni Eropa untuk menaruh kepercayaan pada Indonesia dan negara ASEAN lainnya.

Ketua Kadin itu optimis, kawasan Indonesia dan ASEAN akan menjadi mitra strategis untuk Amerika Serikat, Uni Eropa maupun China dalam sektor energi bersih rantai pasokan kendaraan listrik.

"Langkah ini diharapkan dapat memperkuat hubungan ekonomi dan politik bagi ASEAN terhadap global, serta memberikan manfaat bagi industri dan perekonomian Indonesia secara keseluruhan," tandasnya.