Bagikan:

JAKARTA - Kantor Staf Presiden (KSP) akan mengupayakan mediasi antara pemegang polis dengan pimpinan AJB Bumiputera 1912 terkait permasalahan pembayaran klaim.

“Mereka ingin meminta kepastian, apakah 50 persen klaim polis yang tertunda akan tetap dibayarkan jika kondisi keuangan Bumiputera sudah sehat,” kata Tenaga Ahli Kantor Staf Presiden (KSP) Ngatoilah dalam siaran pers, dikutip dari Antara, Juat 10 Maret.

“Kami akan diskusikan dengan pihak terkait apakah difasilitasi untuk dialog,” lanjut Ngatoilah.

Pada Rabu (8/3), Kantor Staf Presiden menerima audiensi tujuh pemegang polis Bumiputera di Gedung Bina Graha, Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta. Kepada tim KSP, mereka meminta untuk difasilitasi agar bisa bertemu dengan pimpinan AJB Bumiputera 1912 karena tertundanya pembayaran klaim.

Koordinator pemegang polis AJB Bumiputera Fien Magiri mengaku dirinya dan para pemegang polis lain sudah 10 kali mendatangi kantor Bumiputera untuk mempertanyakan kepastian pembayaran 50 persen klaim polis yang tertunda.

Namun, upaya tersebut tak juga membuahkan hasil karena tidak ada satupun pihak Bumiputera yang bersedia menemui.

“Harapan kita KSP bisa melihat permasalahan ini, dan kami berharap terakhirnya di KSP,” kata Fien.

Menurut keterangan KSP, AJB Bumiputera 1912 mulai mencairkan pembayaran klaim polis yang tertunda dengan total klaim sebesar Rp22,34 miliar terkait 7.805 polis asuransi perorangan.

Berdasarkan siaran pers AJB Bumiputera 1912 pada Senin 6 Maret, pembayaran klaim tertunda tersebut dilakukan sesuai Pengurangan Nilai Manfaat (PNM) dan ketersediaan dana.

Pembayaran klaim diprioritaskan kepada pemegang polis yang memiliki nilai manfaat klaim setelah PNM sejumlah maksimal Rp 5 juta, dengan cara satu kali pembayaran lunas.

Sedangkan untuk nilai manfaat klaim setelah PNM lebih dari Rp 5 juta akan dibayarkan dua tahap yakni 50 persen nilai klaim setelah PNM pada 2023, dan 50 persen berikutnya pelunasan nilai klaim setelah PNM pada 2024.

Pencairan klaim ini merupakan tahapan pertama pelaksanaan Rencana Penyehatan Keuangan (RPK) yang telah disetujui oleh OJK, berdasarkan anggaran dasar dan disesuaikan dengan UU Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK) dalam upaya penyelamatan terhadap pemegang polis.