Realisasi BBM Subsidi Capai 99 Persen, Kenaikan Harga Pertalite-Solar Dinilai Masih Wajar
Anggota Komite BPH Migas Abdul Halim. Foto: Tangakapan Layar/Theresia Agatha

Bagikan:

JAKARTA - Anggota Komite Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) Abdul Halim mengatakan, subsidi bahan bakar minyak (BBM) yang diberikan oleh pemerintah saat ini dianggap sudah tepat sasaran. Hal tersebut terlihat dari realisasi kuota BBM subsidi pada 2022 yang mencapai 99 persen.

"Alhamdulillah, tahun 2022 pemerintah sudah memberikan kebijakan yang luar biasa, terutama pasca-pandemi. Semula subsidi solar dipatok 15,1 juta kiloliter," kata dia dalam diskusi INDEF secara daring, pada Selasa, 14 Februari.

Menurut Abdul, dengan pertumbuhan yang pesat, pemerintah telah menambah kuota subsidi menjadi dua juta kiloliter dan secara keseluruhan mencapai 17,83 juta pada 2022.

"Sudah didistribusikan sebesar 99 persen. Ini juga berlaku untuk Pertalite, awalnya jenis BBM RON 90 ini kuotanya 23 juta, kemudian ditambah enam juta menjadi 29 juta kiloliter," ujarnya.

Dia menambahkan, dengan subsidi tersebut, maka pemerintah bisa menghemat anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) dari konsumsi BBM bersubsidi. "Ini sudah tepat sasaran, kami bisa saving anggaran," ucap Abdul.

Pada kesempatan sama, Kepala Pusat Kebijakan APBN Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Wahyu Utomo menyebut, tingginya anggaran subsidi dan kompensasi pada 2022 merupakan konsekuensi atas peran APBN sebagai shock absorber.

"Pemerintah tetap berkomitmen meningkatkan ketepatan sasaran, salah satunya melalui penerapan tarif adjustment untuk pelanggan golongan rumah tangga mampu dan seluruh golongan pemerintah," tuturnya.

Kendati demikian, kata Wahyu, masih ada tantangan yang ditemui, yaitu risiko contingent liabilities dalam subsidi energi. "Ini artinya kebijakan penyesuaian harga atau tarif belum dapat dilaksanakan, sehingga muncul kompensasi Rp524,6 triliun pada 2017-2022," jelasnya.

Kemudian, tingginya harga komoditas yang menyebabkan meningkatnya kebutuhan subsidi dan kompensasi energi, serta LPG dan Solar masih didistribusikan secara terbuka.

"Lalu, ada juga tantangan dari validitas data masyarakat yang berhak menerima subsidi belum akurat. Kemudian, kebutuhan anggaran akan meningkat seiring komitmen pemerintah dalam memberikan dukungan kepada EBT," imbuhnya.