Bagikan:

JAKARTA - Minyak goreng bersubsidi, MinyaKita, kini sulit ditemukan di Surabaya. Tak pelak, hal itu berimbang dengan melonjaknya harga minyak goreng merek tersebut.

Salah seorang pedagang di Pasar Tambahrejo Surabaya, Munani mengatakan, minimnya pasokan MinyaKita sudah terjadi sejak dua bulan lalu. Kelangkaan menyebabkan adanya kenaikan harga produk tersebut.

"Barang sulit memang, sudah hampir dua bulanan. Jualnya sekarang Rp16.000, sebelumnya memang Rp14.000, naik-naik terus," kata Munani.

Munani mengaku, kenaikan harga di atas ketentuan pemerintah berdampak pada turunnya minat masyarakat untuk melakukan pembelian produk subsidi itu. Masyarakat saat ini cenderung beralih ke mereka minyak goreng lain, lantaran harga yang masih terjangkau.

"Ini masih ada tetapi menghabiskan stok, sejak dua mingguan. Tidak ada yang beli. Orang-orang pindah beli merek lain lebih murah, aku ambil Rp14.000, jualnya Rp14.500," ujar dia pula.

Hal senada juga diutarakan Fatimah, pedagang di Pasar Pucang Anom. Dia mengatakan, MinyaKita sudah sulit ditemukan sejak dua bulan lalu.

"Langka produknya, sudah dua bulan. Saya tidak jual sama sekali," kata Fatimah.

Fatimah menyebut pemerintah memang menetapkan Harga Eceran Tertinggi MinyaKita di angka Rp14.000, namun harga kemudian mengalami peningkatan.

"Kemarin kulakan Rp12.500 dijualnya Rp15.000, beda sama tag harga. Kulaknya (pembelian dalam jumlah besar) Rp17.800, makanya tidak jual. Sekarang orang beli merek lain," ujar dia.

Sementara itu, Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi mempersiapkan skema mengatasi persoalan kenaikan harga minyak goreng merek MinyaKita melalui skema operasi pasar di wilayah setempat.

"Kalau harga eceran tertinggi lebih tinggi, kami sudah persiapkan skema mengatasi hal itu. Dinas Koperasi akan koordinasi dengan Disperindag Jawa Timur untuk melakukan operasi pasar," kata Eri Cahyadi, di Surabaya, Sabtu.

Untuk itu, Wali Kota Eri meminta Dinas Koperasi Usaha Kecil dan Menengah dan Perdagangan Kota Surabaya berkoordinasi bersama Dinas Perdagangan (Diperindag) Provinsi Jawa Timur untuk menggelar operasi pasar.