Bagikan:

JAKARTA - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani berharap belanja negara pada tahun 2023 yang ditargetkan sebesar Rp3.061,2 triliun tidak terkonsentrasi di kuartal akhir.

"Tadi sudah dievaluasi sehingga kami harapkan untuk tahun 2023 akselerasi belanja akan ditingkatkan," kata Sri Mulyani dalam keterangan pers terkait Sidang Kabinet Paripurna, dikutip dari Antara, Selasa 17 Januari.

Akselerasi belanja negara utamanya dilakukan dengan menggunakan e-Katalog yang merupakan sistem informasi elektronik yang memuat daftar, jenis, spesifikasi teknis, dan harga barang atau jasa tertentu dari berbagai penyedia barang atau jasa pemerintah.

Dengan demikian, dia menyebutkan belanja negara bisa memprioritaskan barang atau jasa yang diproduksi oleh industri dalam negeri .

Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) saat ini menjadi kian penting untuk semakin memperkuat pemulihan ekonomi Indonesia lantaran pada tahun ini terdapat pelemahan berbagai negara di dunia, sehingga tentunya akan mempengaruhi kinerja ekspor Indonesia.

Adapun pada tahun 2022, belanja negara berhasil diakselerasi dengan baik dengan berhasil tumbuh 10,9 persen dibanding periode sama tahun lalu (year-on-year/yoy) mencapai Rp3.090,7 triliun.

Selama tahun lalu, Sri Mulyani membeberkan belanja pegawai relatif dijaga serta tidak mengalami kenaikan atau hanya 3,5 persen (yoy), sedangkan belanja barang menurun karena berkurangnya pengeluaran terkait Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PC-PEN) sebesar 20,2 persen dari Rp529 triliun menjadi Rp422 triliun.

"Belanja modal kita tetap stabil sebesar Rp238 triliun dan belanja bantuan sosial sebanyak Rp461 triliun," tambahnya.

Kendati begitu, Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini mengungkapkan terdapat pengeluaran negara yang cukup menonjol pada tahun lalu, yakni belanja subsidi energi sebesar Rp551 triliun untuk menjaga masyarakat dari guncangan harga komoditas energi yang melonjak hingga dua hingga tiga kali lipat pada tahun 2022.

Berkat bantuan negara tersebut, masyarakat hanya merasakan kenaikan harga energi sekitar 30 persen untuk jenis pertalite dan diesel, berbanding jauh dari negara-negara lain yang mengalami kenaikan harga energi dengan luar biasa tinggi.