JAKARTA - Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan memastikan rencana pungutan pajak UMKM yang dilakukan oleh platform e-commerce masih dalam kajian lebih lanjut.
"Kita masih pertimbangkan, bagaimana cara kita nantinya memungut," kata Kasubdit Peraturan PPN Perdagangan, Jasa dan Pajak Tidak Langsung Lainnya Direktorat Jenderal Pajak Bonarsius Sipayung dalam pernyataannyam dikutip dari Antara, Senin 29 November.
Menurut dia, masih ada beberapa pertimbangan dalam penerapan kebijakan tersebut yaitu kondisi ekonomi yang masih dalam pemulihan, kesiapan infrastruktur, besaran tarif serta kemudahan administrasi.
Selain itu, DJP juga akan terus melakukan komunikasi dan sosialisasi terkait rencana ini, termasuk memfasilitasi dan memperbaiki administrasi, agar UMKM terus tumbuh dan menyadari pentingnya pembayaran pajak.
Sebelumnya, riset yang dilakukan lembaga peneliti pajak DDTC FRA mengungkapkan bahwa sebanyak 49,35 persen pelaku UMKM tidak setuju jika marketplace menjadi pemotong dan pemungut pajak.
Sebagian besar pelaku UMKM daring lebih nyaman apabila pajak yang terutang dapat dihitung dan dibayarkan sendiri kepada otoritas pajak.
Selain itu, penunjukkan platform sebagai pemungut pajak dapat menurunkan partisipasi UMKM berjualan secara daring melalui e-commerce hingga 26 persen dan bermigrasi ke media sosial maupun toko fisik.
Menurut riset, kondisi itu dapat membuat UMKM kembali ke ekosistem ekonomi informal (shadow economy) yang secara jangka panjang dapat membuat basis pajak dari pelaku UMKM kembali menurun.
BACA JUGA:
Oleh karena itu, DDTC FRA menilai otoritas pajak perlu secara terbuka untuk melakukan sosialisasi terkait rencana pelaksanaan rekapitulasi data transaksi UMKM oleh marketplace atas kebijakan tersebut.
DJP juga perlu melakukan evaluasi pelaksanaan hasil rekapitulasi data, termasuk merumuskan aturan teknis, sinkronisasi data dan lainnya, termasuk merumuskan regulasi teknis dan memetakan kebutuhan infrastruktur teknologi.
DDTC FRA menghitung beberapa tahapan persiapan tersebut, termasuk sosialisasi dan rekapitulasi, minimal membutuhkan waktu hingga tiga tahun, yang diiringi dengan catatan evaluasi partisipasi dan kepatuhan pelaku UMKM secara berkala.