Bagikan:

BANDUNG - Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Jawa Barat (Jabar) mencetuskan program Kompor (Kolaborasi Optimalisasi UMKM Ekspor) untuk memberikan wawasan ekspor mandiri kepada petani dan pelaku UMKM.

"Kami ingin mendorong potensi ekspor produk UMKM di Jabar, meningkatkan prosentase ekspor dari UMKM. Sehingga menggelar Kompor, " kata Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Jabar Iendra Sofyan dalam keterangan pers dikutip Antara, Minggu 9 Oktober.

Program Kompor diluncurkan dalam sesi Jabar Punya Informasi (Japri) pada rangkaian acara Road to West Java Festival 2023 di Gedung Sate, Kota Bandung.

Iendra mengatakan, ekspor Jabar selama ini didominasi produk dan pengusaha besar mencapai 98 persen. Sisanya atau 2 persen diekspor pelaku UMKM.

"Jelas perlu kolaborasi setiap OPD, bukan hanya Disindag saja. Dengan dinas pertanian untuk peningkatan kualitas dan kuantitas produk, dengan dinas UMKM untuk pembinaan ekspor dan dinas-dinas lainnya. Termasuk dengan pusat dan daerah," katanya.

Iendra mengatakan pelaku UMKM sangat antusias dengan program Kompor. Mereka mengaku sangat membutuhkan bantuan khususnya pelatihan ekspor.

Beberapa hal yang perlu diperhatikan UMKM untuk mencapai ke level ekspor adalah 1A +4K, yakni administrasi + kualitas, kuantitas, kontinuitas, dan kemasan.

"Akan kita bantu yakni administrasi, kualitas, kuantitas, kontinuitas, dan kemasan atau 1A + 4K," tuturnya.

Selama ini produk UMKM dan komoditas petani Jabar sudah banyak yang dikirim ke luar negeri tapi masih melalui jasa eksportir.

Pelaku UMKM dan petani penting memiliki kemampuan ekspor secara mandiri tanpa harus melalui jasa eksportir yang berbiaya tinggi, sehingga petani dan pelaku UMKM bisa menikmati keuntungan lebih besar.

Untuk itu diperlukan pelatihan dan pengembangan kapasitas UMKM, dan ini tanggung jawab bukan di satu pemda atau dinas saja, tapi semua stakeholders turut berperan.

Sementara itu, Kepala Dinas Perkebunan Jabar Jafar Ismail menambahkan luas wilayah perkebunan Jabar mencapai 470 hektare, yang mana 89 persen milik rakyat, 11 persen merupakan perkebunan negara, dan sisanya dikelola swasta.

Artinya banyak perkebunan dimiliki rakyat namun di sisi lain produksinya masih perlu ditingkatkan.

"Bulan lalu sudah ada petani kopi yang dapat ekspor langsung, sebelumnya melalui eksportir. Berarti sudah mulai ada kemampuan UMKM untuk ekspor mandiri," katanya.

Namun, kata Jafar, jumlahnya memang masih kecil. Masih banyak petani dan pelaku UMKM yang memerlukan bantuan khususunya pelatihan ekspor.

Bukan hanya produk perkebunan kopi saja, namun teh, vanila, kelapa, dan lainnya. Selain itu mereka juga memerlukan pelatihan penanganan hama dan kualitas produknya.