JAKARTA - Pemerintah tengah bersiap menyambut era keemasan ekonomi digital Indonesia. Beragam upaya mendorong perkembangan ekosistem digital terus disiapkan mulai dari kerangka peraturan, matchmaking business event, hingga teranyar mempersiapkan merah putih fund untuk mendanai perusahaan rintisan tanah air.
Belum lama, Wakil Menteri Keuangan Republik Indonesia, Suahasil Nazara mengatakan berdasarkan proyeksi Kementerian Keuangan ekonomi digital Indonesia tumbuh 20 persen dari tahun 2021, menjadi 146 miliar dolar AS pada tahun 2025. Untuk kontributor terbesar diperkirakan melalui e-commerce dan online travel (OTA).
"Kalau kita lihat dari sisi size ekonomi digital, Indonesia meningkat dengan sangat pesat dan tentu yang namanya strategi besar dari Indonesia menghadapi revolusi industri 4.0 ke depan. Ini semua dijalankan dengan digital ekosistem dengan inovasi dan juga dengan berbagai infrastruktur digital Indonesia," ujar Suahasil, dikutip Selasa 4 Oktober.
Melihat fenomena ini, Pemerintah memasukkan ekonomi digital menjadi satu dari 18 industri pionir yang mendapatkan kebijakan fiskal terkait transaksi elektronik dan barang digital. Tak heran para perusahaan teknologi (tech company) berlomba-lomba untuk berinovasi dalam membangun ekosistem digitalnya.
Pada praktiknya, bermacam cara dilakukan para pengusaha untuk menggaet pelanggan membelanjakan uangnya. Mulai dari promosi potongan harga, sinergi ekosistem layanan, hingga mengintegrasikan kanal penjualan digital dan konvensional (omnichannel) untuk memperluas dan memudahkan akses konsumen.
Senada dengan Suahasil, peneliti dari Center of Economic and Law Studies (Celios), Muhammad Andri Perdana mengatakan pertumbuhan ekonomi di Indonesia banyak dibantu diantaranya oleh industri keuangan dan ekonomi digital. Konsep yang digunakan oleh banyak startup yang berkembang adalah mengintegrasikan dari teknologi digital. Menurutnya penggabungan layanan digital antara dua platform akan menghasilkan ekosistem bisnis yang sehat.
"Secara bisnis, model kolaborasi ini menguntungkan karena memperbesar ceruk pasar, sekaligus mendongrak pendapatan dari ecommerce ini. Selain itu, model bisnis E-commerce dan OTA ini adalah berbasis teknologi digital, maka otomatis juga akan mendongkrak geliat ekonomi digital di Indonesia dan menjadi sesuatu yang baru dan luar biasa," ujar Andri.
Di Indonesia sendiri, beberapa perusahaan sudah mulai mengimplementasikan skema bisnis ini. Misalnya dua perusahaan rintisan milik grup Djarum, Blibli dan tiket.com. Di bawah naungan GDP Venture, Blibli bersinergi dengan tiket.com menggabungkan ekosistem e-commerce dan OTA.
"Melalui integrasi layanan e-commerce dan online travel agent, pengguna bisa menggabungkan keanggotaan dari kedua aplikasi untuk mendapatkan keuntungan maksimal dari pemenuhan kebutuhan harian dan gaya hidup," kata CEO dan Co-Founder Blibli, Kusumo Martanto dalam keterangan tertulis Juli 2022 silam.
BACA JUGA:
Akhir tahun lalu, Blibli bahkan telah mengakuisisi mayoritas saham PT Supra Boga Lestari Tbk (RANC) untuk memperkuat ekosistem omnichannel di sektor e-groceries.
"Kolaborasi ini menjadi momentum bagi Blibli dalam percepatan dan penguatan omnichannel kedua entitas dalam mengembangkan layanan groseri," terang Kusumo dalam kesempatan terpisah.
Meski potensi yang besar Andri kembali mengingatkan ada tiga tantangan yang perlu diwaspadai sekaligus kesempatan oleh para startup ini. Pertama pendanaan dari asing mulai selektif karena ada resesi di negara-negara luar, pola bakar uang dengan memberikan promo menarik sudah tidak menarik bagi mereka. Namun dilain pihak, konsumen lebih memilih berbelanja dengan harga yang lebih murah. Ketika promo berkurang, permintaan dari masyarakat juga menurun.
"Bagi perusahaan yang tidak bergantung kepada pendanaan dari luar negeri akan menjadi kesempatan bagus," pungkasnya.