Bagikan:

JAKARTA - Pertamina memperkuat langkahnya dalam transisi energi, dengan menghadirkan produk andalan untuk green energy-Pertamina Renewable Diesel (Pertamina RD) yang akan segera merambah pasar Eropa.

Debut Pertamina Renewable Diesel di ranah internasional diawali dengan pengapalan perdana ekspor produk HVO ke Singapura pada Agustus hingga Oktober 2022 ini. Selain itu Pertamina Group juga tengah melakukan penjajakan kerjasama penjualan Pertamina RD ke pasar Eropa.

Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Nicke Widyawati menjelaskan, upaya penetrasi ke pasar Eropa tersebut merupakan kolaborasi beberapa Subholding Pertamina, yaitu PT Kilang Pertamina Internasional, PT Pertamina Internasional Shipping, dan PT Pertamina Patra Niaga melalui Pertamina International Marketing & Distribution (PIMD).

"Pertamina RD yang merupakan produk andalan terbaru bahan bakar nabati HVO (Hydrotreated Vegetable Oil) ini telah diluncurkan dan pernah dipergunakan untuk mendukung ajang internasional Jakarta E-Prix 2022 pada 4 Juni 2022," ujarnya kepada media, Senin, 3 Oktober.

Ia melanjutkan, produk ini adalah produk unggulan ramah lingkungan hasil olahan dari BioRefinery Cilacap dan Biorefinery Dumai.

Kilang Cilacap saat ini memiliki kemampuan menghasilkan HVO hingga 3000 barrel per/hari dan ditargetkan terus meningkat hingga 6000 barrel/hari di tahun 2026, sedangkan BioRefinery Dumai memiliki kapasitas produksi HVO hingga 1.000 barrels per hari.

Nicke menambahkan, HVO yang diproduksi PT Kilang Pertamina Internasional ini telah dipastikan keandalannnya dengan memperoleh International Sustainability and Carbon Certification (ISCC), yang menjadi bukti produk ini berkontribusi pada penurunan emisi karbon sehingga layak disebut sebagai green product.

Sertifikasi karbon berkelanjutan ISCC diinisiasi oleh adanya kebijakan Renewable Energy Directive (RED) serta Fuel Quality Directive (FQD) yang diimplementasikan di Uni Eropa.

Selain HVO, Kilang Pertamina juga telah mampu menghasilkan Bioavtur atau Sustainable Aviation Fuel (SAF). Pengembangan kedua produk ini merupakan salah satu langkah strategis Pertamina dalam mendukung transisi energi nasional sekaligus menjawab tantangan permintaan energi hijau seperti HVO dan SAF yang mulai tumbuh di berbagai negara.

Sebagai BUMN energi terbesar di tanah air, lanjut Nicke, Pertamina terus berkomitmen dan berkontribusi mendukung program Pemerintah untuk mempercepat transisi energi, sejalan dengan salah satu fokus Utama Presidensi G20 Indonesia tahun 2022 ini.

Presidensi G20 Indonesia mendorong tindakan percepatan transisi energi bersih sebagai kunci dalam mencapai nol emisi karbon atau karbon netral pada tahun 2060.

“Pertamina merupakan perusahaan energi terintegrasi yang memiliki komitmen kuat terhadap transisi energi menuju energi terbarukan sesuai dengan target net zero emisi Indonesia pada tahun 2060,” ujar Nicke.

Nicke mengatakan, transisi energi harus direncanakan dengan baik, untuk memastikan ketahanan energi dan aksesibilitas energi bagi seluruh masyarakat tetap terjaga.

Menurut Nicke, untuk mendorong pertumbuhan energi baru & terbarukan dalam bauran energi nasional, Pertamina telah merancang roadmap transisi hijau dan mengembangkan 3 pilar bisnis utama yakni Program Low Carbon Solutions, Pengembangan Energi Baru & Terbarukan dan Pengembangan EV Ecosystem.

Pertamina, lanjut Nicke, mendukung target Nationally Determined Contribution berupa penurunan emisi sebesar 29 persen pada tahun 2030 dan visi Net Zero Emission Indonesia, melalui berbagai inisiatif baik secara internal maupun kolaborasi antar-BUMN.

Dalam kurun waktu 2010-2021, Pertamina mampu mengurangi karbon dioksida (CO2) hingga 7,4 juta ton ekuivalen.

Hal ini sejalan dengan upaya dalam mengurangi konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer yang menyebabkan pemanasan global dan perubahan iklim, pengasaman laut, dan hilangnya keanekaragaman hayati.

Di tingkat nasional, program Green Refinery ditargetkan turut mendukung program pemerintah dalam ‘Rencana Umum Energi Nasional’ tahun 2025 terkait dekarbonisasi dan pertumbuhan energi baru terbarukan. Sementara di tingkat global pengembangan produk bahan bakar nabati HVO juga diproyeksikan mampu mengurangi emisi sebesar 78ribu ton CO2/ tahun berdasarkan target NDC di tahun 2030 dan Net Zero Emission (NZE) di tahun 2060.

Pertamina juga terus berkomitmen mengelola pengembangan ’Biorefinery’ atau ‘kilang hijau’ melalui unit-unit kilang lainnya.

Sebagaimana diketahui, Biorefinery merupakan proyek energi bersih Pertamina di mana pengolahan kilang menggunakan bahan baku berupa renewable feedstock seperti RBDPO (minyak kelapa sawit) hingga UCO (minyak jelantah) guna menghasilkan bahan bakar yang lebih ramah lingkungan.

Produk energi bersih yang dikelola PT KPI antara lain Green Gasoline di PT KPI Unit Plaju dan Cilacap, Green Diesel di PT KPI Unit Dumai, serta Green Avtur J2 di PT KPI Unit Cilacap.

“Pertamina akan memastikan terselenggaranya transisi energi yang adil, tertib, dan terjangkau bagi Indonesia,” pungkas Nicke.