Bagikan:

SURABAYA - Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Jawa Timur menyambut baik upaya pemerintah Vietnam untuk merevitalisasi hubungan perdagangan dengan Indonesia.

Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Jawa Timur Adik Dwi Putranto mengatakan, Vietnam menjadi mitra dagang terbesar ke-11 bagi Indonesia pada tahun lalu, dengan kontribusi sekitar 2,58 persen terhadap total nilai perdagangan barang Indonesia.

"Bagi kami, Vietnam adalah salah satu mitra dagang yang sangat potensial dan upaya untuk merevitalisasi hubungan dagang ini akan menjadi poin penting dalam meningkatkan kinerja perdagangan antar kedua negara, termasuk untuk Jawa Timur," kata Adik dalam keterangannya dikutip Antara, Jumat 30 September.

Menurut dia, sejauh ini kinerja perdagangan Indonesia dengan Vietnam cukup bagus dan terus mengalami kenaikan, bahkan mengalami surplus yang cukup besar.

Data perdagangan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UN Comtrade) mencatat, nilai perdagangan barang antara kedua negara mencapai 11,06 miliar dolar AS pada 2021, rekor tertinggi sejak tahun 1989. Indonesia juga membukukan surplus perdagangan barang dengan Vietnam sebesar 2,63 miliar dolar AS pada 2021, surplus terbesar sejak tahun 1989.

"Pada 2021 nilai ekspor barang Indonesia ke Vietnam tumbuh 38,65 persen (yoy) menjadi 6,85 miliar dolar AS. Lima komoditas ekspor utama Indonesia ke Vietnam yaitu batu bara, minyak kelapa sawit, besi, motor dan kendaraan" katanya.

Sementara itu, nilai impor barang dari Vietnam juga tumbuh 34,57 persen (yoy) ke 4,21 miliar dolar AS pada periode sama. Lima komoditas utama yang diimpor Indonesia dari Vietnam telepon, besi, propilena, perlengkapan televisi dan kulit.

Sebelumnya, Komite Bilateral Vietnam-Kamboja Kadin Indonesia Edwin Setiawan Tjie saat mendampingi Konselor Kantor Pusat Urusan Perdagangan Kedutaan Republik Sosialis Vietnam di Jakarta Pham The Cuong berkunjung ke Graha Kadin Jatim mengatakan kunjungan itu sebagai upaya memperkenalkan diri dan dalam rangka merevitalisasi hubungan dagang dengan Indonesia.

"Ini adalah tahap pertama dalam merevitalisasi hubungan perdagangan antara kedua negara, Vietnam dengan Indonesia," ujar Edwin.

Menurut dia, semua lini industri memiliki kesempatan untuk dikerjasamakan, baik dari bidang agrikultur, pariwisata dan utamanya bidang perdagangan. "Juga ada potensi investasi resiprokal antara Indonesia dengan Vietnam," kata dia.

Besarnya potensi tersebut tidak hanya karena pasar Vietnam yang cukup menjanjikan, tetapi juga karena besarnya ekspor Vietnam ke sejumlah negara. Vietnam, lanjut dia, membutuhkan banyak bahan produksi untuk berbagai produk yang akan mereka ekspor.

"Karena ekspor Vietnam sangat luar biasa, dan Indonesia bisa berkolaborasi bukan berkompetisi sehingga kami bisa mapping negara yang sudah dibuka Vietnam. Itu yang bisa kita manfaatkan," ujar dia.

Adapun realisasi ekspor Indonesia di 2022 diperkirakan akan sangat baik, bahkan surplus. Dari target 10 miliar dolar AS, yang sudah tercapai 11,2 miliar dolar AS, sehingga akhir tahun ini diperkirakan mencapai 13 miliar dolar AS.

"Salah satu objektif dari kunjungan kita adalah bagaimana kita bisa mencapai setting dari objektif bilateral antara Indonesia Vietnam yang mencapai 13 miliar dolar AS tersebut," kata Edwin.

Terkait kendala yang dihadapi Indonesia dalam melakukan kegiatan ekspor, ia mengatakan sejauh ini tidak ada. Justru Vietnam yang mengalami kendala, salah satunya adalah kewajiban adanya sertifikasi halal.

Oleh karena itu, Kadin Indonesia bersama Konjen RI di kota Ho Chi Minh membantu dan menfasilitasi pelaku usaha Vietnam untuk mendapatkan sertifikasi halal agar produk mereka bisa masuk Indonesia.

Sementara itu, Konselor Kantor Pusat Urusan Perdagangan Kedutaan Republik Sosialis Vietnam di Jakarta Pham The Cuong mengatakan, jika ingin masuk Vietnam, maka pelaku usaha di Jatim harus mengetahui karakteristik dan budaya serta gaya hidup masyarakat di sana.

"Misalnya, di Vietnam Selatan masyarakatnya lebih suka manis. Sedangkan Vietnam utara suka asin. Makanya seperti kopi Vietnam itu kopinya sangat manis sementara di utara, orang lebih suka minum teh. Dan yang harus dipahami lagi bahwa konsumen Vietnam sangat sensitif terhadap harga dan tidak ada loyality terhadap brand. pokoknya murah enak itu yang dibeli," kata dia.