JAKARTA - Anggota Komisi IV DPR RI Daniel Johan mengatakan, bantuan sosial (bansos) yang disiapkan pemerintah sebagai bantalan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi, hanya bersifat sementara.
Karena itu, dia meminta pemerintah menyiapkan program bantuan jangka panjang yang diberikan kepada Nelayan dan pelaku industri kelautan.
"Bantalan sosial yang disiapkan pemerintah untuk masyarakat kelas bawah, termasuk bagi nelayan hanya bersifat sementara. Perlu ada program jangka panjang untuk membantu para nelayan, khususnya nelayan kecil agar tidak kesulitan melaut," katanya dalam keterangan resmi, Kamis, 15 September.
Daniel menyoroti bagaimana nelayan kecil selama ini kesulitan menikmati BBM bersubsidi. Kata dia, nelayan kecil sulit mendapat akses untuk membeli BBM bersubsidi, sehingga mereka membelinya di pengecer. Hal ini cukup memberatkan para nelayan kecil.
Berdasarkan survei yang dilakukan Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) dan Inisiatif di 25 kab/kota, sebanyak 83 persen nelayan membeli BBM di pengecer dengan harga yang lebih tinggi dari BBM bersubsidi di stasiun pengisian bahan bakar. Kenaikan harga BBM pun membuat harga eceran menjadi lebih tinggi.
"Keadaan ini tentunya menekan pendapatan Nelayan karena sebagian besar ongkos melaut itu dihabiskan untuk membeli bahan bakar," ucap Daniel.
Tak hanya itu, Daniel menyebut diskriminasi akses BBM subsidi juga masih ditemukan terjadi kepada nelayan mengingat berdasarkan Perpres 191 tahun 2014, nelayan harus memiliki surat rekomendasi dari pemerintah daerah setempat untuk mendapat BBM subsidi.
BACA JUGA:
Menurut Daniel, surat rekomendasi ini harus diurus setiap bulannya dengan syarat Nelayan memiliki izin melaut (pas kecil) dan bukti pencatatan kapal (BPKP) yang dikeluarkan pihak pelabuhan.
"Sementara banyak dari permukiman nelayan yang akses pelayanan publiknya belum memadai. Jadi untuk mengurus surat rekomendasi ini tidak mudah," tuturnya.
Belum lagi, kata Daniel, para nelayan kecil ini juga harus rebutan mendapatkan BBM subsidi dengan nelayan besar dan kelompok pekerja dari sektor lain yang berhak mendapatkan BBM bersubsidi. Tentunya, keadaan ini menjadi ironi mengingat kendaraan pribadi dapat membeli solar bersubsidi tanpa ada syarat administrasi yang cukup rumit.
Daniel juga menyoroti data dari KNTI yang menyebut ketersediaan stasiun pengisian BBM untuk nelayan atau Solar Packed Dealer Nelayan (SPDN) hanya 3 persen atau 374 stasiun dibandingkan jumlah desa pesisir di Indonesia.
"Kurangnya infrastruktur untuk kemudahan nelayan kecil mengakses solar bersubsidi harus segera diatasi. Jadi bantuan bagi nelayan tidak cukup hanya sekadar bansos, tapi masalah utamanya juga harus dibenahi," tegas Legislator dari Dapil Kalimantan Barat I itu.
"Bila masalah BBM yang menjadi komponen biaya terbesar Nelayan tidak segera diatasi dengan baik, siap-siap Nelayan akan musnah dari Indonesia," sambung Daniel.