JAKARTA - Pakar perdagangan ekonomi dunia dan politik internasional UGM, Riza Noer Arfani mengatakan, Indonesia akan merasakan manfaat secara politik dan ekonomi dengan bergabung bersama kerangka Ekonomi Indo-Pasifik yang baru atau IPEF (Indo-Pacific Economic Framework).
Sekadar informasi, dalam pertemuan tingkat menteri di forum IPEF, delegasi Indonesia dipimpin oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, dan didampingi Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita, Dubes RI untuk Amerika Serikat (AS) Rosan P Roeslani.
Dalam jangka pendek, kata Riza, secara politik bisa memperkuat posisi Presidency G20 dan Kekuatan ASEAN di tahun depan. Karena bagaimanapun, menurut Riza, Amerika masih memegang kendali dalam bidang ekonomi tertentu.
"Maka dalam jangka pendek diplomasi bisa terbentuk dengan bergabung dengan IPEF sebagai pelengkap dari diplomasi ekonomi yang kita bangun pada kawasan yang lain atau skema yang lain seperti RCEP," kata Riza di Jakarta, Jumat, 9 September.
Sedangkan, lanjut Riza, untuk jangka panjang, akan banyak dampak pada keseimbangan kekuatan secara politik maupun ekonomi di kawasan.
"Kita masih agak meragukan apa yang diinginkan China dalam keterlibatan mereka di kawasan. Terutama isu-isu profile macam laut China Selatan, sehingga dari sisi itu kita masih butuh pertimbangan dari kelompok yang lain seperti Amerika, Indo Pasifik," ucapnya.
Riza mengatakan saat ini, kondisi perekonomian Amerika sendiri sedang tidak baik-baik saja.
Mereka dibayangi resesi dan perlambatan perekonomian. Meski begitu, menurut Riza, Amerika masih memiliki peluang sebagai negara dengan kekuatan ekonomi besar.
"Kita lihat langkah Amerika selama ini fokus mereka masih mengatasi dampak kemungkinan resesi yang melanda. Saya kira kalau dikaitkan dengan kerangka kerja IPEF, sebetulnya yang disasar Amerika utamanya mengalihkan sumber-sumber, atau akses ekonomi mereka dari China," kata Riza.
Dari kerangka kerja sama IPEF ini, diharapkan bisa membawa manfaat bagi Indonesia dan 13 negara anggota lainnya.
"Impact-nya perlu kita lihat apakah ada hal hal konkret, misal dalam hal peningkatan investasi Amerika di negara ASEAN, terkhusus Indonesia, itu perlu dilihat dulu, seberapa peluang bisnis industri mereka bisa mendorong untuk melakukan ekspansi bisnis sesuai dengan kerangka kerja yang dirancang," kata Riza.
Butuh Modal Asing
Sementara itu, Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Piter Abdullah mengatakan upaya pemerintah untuk menarik investasi dan mempromosikan potensi kerja sama ekonomi adalah kewajaran yang patut dilakukan.
"Saya kira apa yang disampaikan oleh Pak Menko adalah sebuah kewajaran. Sesuatu yang normatif sekali. Semua pejabat apalagi Menko Perekonomian memang harus menyampaikan ajakan itu," ujarnya.
Kata Peter, Indonesia membutuhkan masuknya modal asing untuk memajukan perekonomian dalam negeri, sebagaimana negara-negara lain. Piter menegaskan tidak ada negara di dunia ini bisa maju tanpa adanya modal asing.
Karena itu, lanjut Piter, upaya pemerintah itu sangat relevan dengan kondisi Indonesia saat ini yang tengah berupaya memulihkan diri usai pandemi COVID-19 dan memajukan perekonomian.
"Jadi, ajakan ini sangat relevan dengan kondisi indonesia saat ini yang membutuhkan modal asing untuk memacu pertumbuhan ekonomi sekaligus menciptakan lapangan kerja sehingga bisa menurunkan angka kemiskinan," ujarnya.
Dalam forum IPEF, delegasi Indonesia juga mempromosikan omnibus law UU Cipta Kerja sebagai upaya Indonesia mendorong reformasi struktural dan meminta dukungan AS terkait masalah pangan terutama impor kedelai dari AS.
Terkait hal itu, Piter mengatakan ketidakstabilan kondisi global sangat berpengaruh terhadap pasokan pangan.
Di sisi lain, Indonesia masih melakukan impor kedelai untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, sehingga kestabilan impor kedelai sangat berpengaruh terhadap harga pangan di dalam negeri.
"Saya kira juga sangat strategis di tengah kondisi gejolak harga pangan saat ini. Pemerintah harus memastikan impor pangan dalam hal ini kedelai tidak terganggu sehingga pasokan kedelai di dalam negeri tercukupi dan harga pangan yang menggunakan kedelai bisa stabil," pungkasnya.
BACA JUGA:
Sekadar informasi, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menghadiri Pertemuan Tingkat Menteri (PTM) Indo-Pasific Economic Framework (IPEF) di Amerika Serikat.
Dalam kesempatan tersebut, Airlangga mendorong investor Amerika masuk ke Indonesia.
"Volume perdagangan bilateral RI-AS ditargetkan mencapai 60 miliar dolar AS. Saat ini baru mencapai sekitar 37 miliar solar AS, sehingga terdapat opportunity lebih meningkatkan lagi kerja sama kedua negara," kata Airlangga.
Airlangga menjelaskan, realisasi investasi AS di Indonesia tahun 2021 sebesar 2,54 miliar dolar AS atau sekitar Rp37,5 triliun.
"Investasi AS ke Indonesia masih sangat kecil, sehingga perlu didorong lebih banyak investasi AS ke Indonesia," katanya.