JAKARTA – Badan Pusat Statistik (BPS) baru saja merilis informasi yang mengungkap jika tingkat inflasi Juli 2022 secara tahunan (year on year/yoy) mencapai 4,94 persen.
Level tersebut telah melewati target APBN 2022 yang diperkirakan sekitar 3 persen plus minus 1 persen.
Malahan, risalah anyar BPS ini sudah melampaui outlook pemerintah terkini sebesar 4,5 persen.
Pemerintah sendiri masih memiliki waktu di paruh kedua untuk bisa mengendalikan angka inflasi hingga akhir tahun mendatang.
Menghadapi situasi ini, Kepala BPS Margo Yuwono mengatakan, terdapat beberapa langkah strategis yang bisa diambil pemerintah.
“Sebenarnya BPS tidak bisa melakukan proyeksi terhadap indikator apapun karena tugas kami hanya memotret kondisi yang sudah terjadi. Meski demikian, terkait inflasi ini faktornya sudah jelas. Pertama, inflasi di sektor pangan dikarenakan adanya volatilitas harga akibat anomali cuaca,” ujarnya melalui kanal daring ketika menjawab pertanyaan awak media, Senin, 1 Agustus.
Menurut Margo, faktor lain yang menyebabkan inflasi cenderung tinggi saat ini adalah kenaikan harga energi.
BACA JUGA:
“Kenaikan energi ini masih bisa diredam oleh pemberian subsidi pemerintah. Sehingga, peran subsidi menjadi bagian penting agar inflasi tidak terlalu tinggi. Jadi kuncinya adalah bagaimana pengelolaan harga energi di domestik,” tuturnya.
Margo menambahkan, langkah pemerintah untuk terus memberikan suntikan subsidi terhadap komoditas strategis dianggap sangat efektif untuk meredam laju inflasi.
Dalam pandangannya, tekanan besar akan terjadi apabila pemerintah tidak melakukan intervensi dan melepas harga sesuai mekanisme pasar.
"Jika harga dibiarkan sesuai harga kekinian maka sudah pasti inflasi akan tinggi. Pemerintah harus bisa meredam harga energi agar tidak berdampak luas terhadap seluruh sektor,” tegas dia.
Untuk diketahui, Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah memberikan persetujuan kepada Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani untuk menambah anggaran subsidi 2022.
Secara historis, bujet subsidi dan kompensasi energi biasanya berkisar di angka Rp100 triliun per tahun.
Adapun, untuk tahun ini besaran tersebut melonjak hingga mencapai Rp500 triliun seiring dengan pergerakan harga energi dunia yang terkerek naik.